Rohingya Pengalihan Isu Palestina?

Opini  
Kapal yang membawa pengungsi Rohingya terdampar di Pulau Weh, Sabang, Aceh (2/12/2023).

Di tengah gencarnya pembelaan masyarakat dunia, termasuk rakyat Indonesia terhadap perjuangan Palestina. Tetiba, muncul masalah pengungsi Rohingya yang berbondong-bondong masuk ke Indonesia dan meresahkan masyarakat.

Meski masyarakat telah menolak mereka, namun arus kedatangan pengungsi masih terus terjadi. Bahkan UNHCR mengeklaim, jika pada Desember, Indonesia akan kedatangan jutaan pengungsi Rohingya. Pernyataan itu sungguh menggelikan.

Saat negara-negara lain menutup pintu masuk pengungsi Rohingya, UNHCR jutsru membuat pernyataan seperti itu. Seakan Indonesia harus bersiap. Yang artinya, tentu saja, konsentrasi pemerintah dan masyarakat akan terbagi.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Yang awalnya semua fokus pembelaan Palestina, kini konsentrasi mau tidak mau terbagi untuk masalah pengungsi Rohingya. Tidak mengherankan, warganet segera membuat dua petisi sekaligus yang isinya sama: menolak pengungsi Rohingya dan membubarkan UNHCR Indonesia.

Tak sedikit pula yang berpandangan masalah pengungsi Rohingya ini dicreate by design. Tidak ujug-ujug meledak. Namun momentumnya dibarengi saat Indonesia bersatu membela Palestina. Dari pemerintah pusat, pemerintah daerah, Polri-TNI, politisi, media, mahasiswa, aktivis, rakyat, sampai warganet.

Apalagi isu ini muncul ketika pasukan julid Fisabilillah, atau gerakan netizen yang berjihad via sosial media mampu menaklukan tentara IDF Israel, politisi, presenter dan pihak-pihak pro Israel. Tak hanya menyerang akun sosial media, tapi juga menyerang saluran ponsel mereka hingga mentalnya jatuh.

Bahkan, presenter tv Israel yang awalnya begitu pongah dan jumawa akhirnya takluk dan minta ampun pada gerakan netizen Indonesia. Gerakan julid Fiisabilillah ini sampai diikuti warganet negara lain, yang dipimpin netizen Indonesia. Artinya, kekuatan Indonesia sangat diperhitungkan.

Baik dukungan dari pemerintah lewat sidang PBB sampai gerakan netizen Indonesia. Beberapa kali Menlu Retno begitu gencar membela Palestina. Bisa dibilang Indonesia menjadi negara yang paling lantang meminta dihentikannya genosida di Gaza Palestina. Saat sama membela kemerdekaan Palestina.

Maka sangat logis, banyak anggapan yang menilai jika ledakan pengungsi Rohingya yang berdatangan secara sporadis, memang dibuat untuk memecah konsentrasi bangsa ini.

Dibuat untuk mengalihkan isu dari pembelaan terhadap Palestina. Tentu juga untuk membelah bangsa ini. Terbukti, arus tsunami pengungsi Rohingya telah memunculkan pro kontra di antara masyarakat.

Menkopplhukam Mahfud Md pada media menjelaskan Indonesia tidak terikat konvensi internasional soal pengungsi di bawah United Nations High Commissioner for Refugees aka UNHCR.

Namun, keterbukaan Indonesia terhadap para pengungsi Rohingya hanya didasari rasa kemanusiaan.

Di sisi lain, sikap Indonesia tidak dibarengi dengan keterbukaan beberapa negara yang terikat perjanjian UNHCR, semisal Malaysia, Australia, hingga Singapura. Para pengungsi pun menuju Indonesia.

Artinya, negara yang terikat perjanjian konvensi internasional saja pada menolak, apalagi Indonesia yang tidak terikat. Sangat janggal kenapa UNHCR tidak melarang pengungsi itu ke Indonesia. Ada maksud apa?

Kebaikan Indonesia dimanfaatkan. Yang awalnya diizinkan untuk transit, tapi di kemudian hari justru dijadikan tempat tujuan. Sebelum mereka berbuat seperti di Malaysia, yang menuntut permintaan tanah, pemerintah harus segera menolak mereka. Dan mengembalikan tanggung jawab pengungsi pada UNHCR.

Komisi PBB untuk penanganan pengungsi itu harus bertanggung jawab penuh, jangan melemparnya ke Indonesia. Terlebih mereka memiliki dana donasi yang nilainya terbilang fantastis. Di laman UNHCR, donasi yang mereka terima untuk tahun ini sebesar $10,660 miliar dolar AS.

Bahkan mengenai dukungan teknis operasional negara, UNHCR mengusulkan peningkatan sebesar $27,6 juta atau 21% dari $132,3 juta pada tahun 2023 menjadi $159,9 juta pada tahun 2024. Anggaran ini direncanakan dalam tiga proyek.

Dalam laporan lain, di tahun 2022, UNHCR menerima donasi global sebesar $10,714 miliar. Adapun pengeluarannya hanya $5,607 miliar. Dana jumbo itu seharunya bisa menangani masalah pengungsi Rohingya, tanpa melibatkan Indonesia.

Penolakan Bukan Tanpa Alasan

Penolakan warga Aceh terhadap pengungsi Rohingya bukan tanpa alasan. Saat diberikan sembako dan makanan, para pengungsi itu malah membuangnya. Tingkah sama juga ditunjukkan pengungsi Rohingya di wilayah Selayang, Selangor Malaysia. Pengungsi Rohingya justru meminta hak diberikan tanah di wilayah Selayang, Selangor Malaysia dan tak boleh dicampuri bangsa lain.

Pada 2 Desember lalu warga Aceh pun berunjuk rasa meminta UNHCR memindahkan imigran Rohingya ke daerah lain. Warga akhirnya memindahkan paksa pengungsi memakai kendaraan ke kantor Wali Kota Sabang. Warga menilai pengungsi Rohingya berperilaku jelek, tanpa menghargai aturan.

Apalagi, sejumlah pengungsi yang kabur dan ditahan polisi Bangladesh, memberi tahu AFP, jika mereka telah membayar $1000 dolar AS atau sekitar Rp 15 juta lebih untuk diselundupkan ke Indonesia. Mereka menggunakan jasa penyelundup manusia. Ada sekitar 58 pengungsi yang ditahan. Dari awal itikad mereka sudah buruk sampai rela menyuap untuk kabur dari pengungsian ke Indonesia.

Mereka pun akhirnya ditolak masyarakat Aceh, Riau dan Medan. Sampai Senin kemarin, jumlah pengungsi Rohingya di Indonesia sudah mencapai 1.487 jiwa. Ini seperti simalakama. Dibiarkan tapi meresahkan. Diusir kembali, ini menyangkut kemanusiaan. Tentu saja ini jadi beban Indonesia. Menjadi bom waktu.

Ironinya, UNHCR mengeklaim pengungsi Rohingya di Indonesia tidak mengeksploitasi keramahan masyarakat. UNHCR mengklaim para pengungsi Rohingya sebagai orang tangguh yang kalau dikaryakan bisa berkontribusi besar kepada masyarakat.

Klaim sepihak itu sangat naif.

Buktinya, sikap dan sifat pengungsi itu sama antara ulah mereka di Indonesia dan Malaysia. Kalau warga menolak dan negara lain yang meneken konvesi saja menutup pintu untuk mereka, artinya ada sesuatu yang tidak beres. Karena itu UNHCR tidak bisa membiarkan mereka singgah di Indonesia.

Di sisi lain, ditutupnya kolom komentar di akun UNHCR Indonesia juga aneh. Seharusnya mereka bisa memberi penjelasan komprehensif pada publik, tapi malah ditutup. Tidak heran, netizen ramai-ramai menyerang postingan mereka di kolom yang belum ditutup.

Penutupan kolom komentar itu justru menguatkan tudingan yang beredar di masyarakat: jika gelombang pengungsi untuk memecah konsentrasi pemerintah dan rakyat Indonesia terhadap Palestina. UNHCR ada di bawah PBB, dan sampai saat ini PBB tidak mampu menghentikan genosida di Palestina.

Sebaliknya, pemerintah Indonesia selalu lantang dan keras bersuara membela Palestina di sidang PBB. Tiba-tiba Indonesia diresahkan dengan isu gelombang pengungsi. Apakah ada kaitannya? Anda yang bisa menjawabnya. Shalaallahu alaa Muhammad.

(Rudi Agung)

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -

Kontak Info

Jl. Warung Buncit Raya No 37 Jakarta Selatan 12510 ext

Phone: 021 780 3747

[email protected] (Marketing)

× Image