News

BRIN Dorong Kemandirian Teknologi Kedokteran Nuklir, Dukung Diagnosis Kanker Tulang

Periset BRIN mengembangkan teknologi radiofarmaka berbasis Fluor-18. (BRIN)
Periset BRIN mengembangkan teknologi radiofarmaka berbasis Fluor-18. (BRIN)

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Badan Riset dan Inovasi Nasional tengah mengembangkan teknologi radiofarmaka berbasis Fluor-18 (F-18).

Riset ini untuk mendukung diagnosis penyakit degeneratif tulang, termasuk osteoporosis dan kanker tulang atau osteosarkoma.

Penelitian ini memanfaatkan perangkat micro PET/CT, alat pencitraan preklinis beresolusi tinggi yang saat ini satu-satunya di Indonesia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Sekaligus menjadi fasilitas penting untuk riset radiofarmaka sebelum melangkah ke tahap uji klinis.

Riset ini bertajuk Penguasaan Radiofarmaka Berbasis F-18 dari Siklotron untuk Diagnosis Osteoporosis dan Osteosarkoma dengan Modalitas Micro-PET/CT: Aspek Preklinis dan Estimasi Dosis Na[18F]F.

Peneliti Politeknik Teknologi Nuklir Indonesia BRIN, sekaligus ketua riset, Maria Christina Prihatiningsih, menjelaskan micro PET/CT versi mini dari PET/CT rumah sakit, namun dirancang khusus untuk hewan uji.

“Micro PET/CT alat baru dan satu-satunya di Indonesia yang memungkinkan riset preklinis radiofarmaka secara lebih presisi,” ujar Maria, lewat keterangannya di laman BRIN, dinukil Rabu (26/11/2025).

Penelitian yang dilakukan melalui skema Riset dan Inovasi untuk Indonesia Maju (RIIM) ini berkolaborasi lintas lembaga, di antaranya Universitas Indonesia, RS Kanker Dharmais, serta berbagai pusat riset di BRIN.

Penguatan kapasitas SDM juga dilakukan melalui program mobilitas riset seperti visiting researcher dan post-doctoral untuk mempercepat pengembangan teknologi kedokteran nuklir nasional.

Riset ini ditargetkan berlangsung tiga tahun dengan tahapan, tahun pertama, uji Na[18F]F pada hewan normal (biodistribusi serta teknik pencitraan statik dan dinamik).

Pada tahun kedua uji pada hewan model osteoporosis untuk mengukur kemampuan deteksi tingkat keparahan penyakit. Tahun ketiga, uji pada hewan model osteosarkoma guna mempelajari potensi deteksi kanker tulang.

BRIN telah memanfaatkan micro PET/CT sebagai modalitas pencitraan in vivo yang memiliki sensitivitas tinggi. Serta resolusi tajam, bersifat non-invasif: memberi informasi kritis terkait biodistribusi senyawa, penyerapan di jaringan tulang, hingga kemampuan mendeteksi perubahan densitas tulang lebih detil.

Pada tahap awal riset, tim menggunakan radiofarmaka Natrium Fluorida F-18 (Na[18F]F) yang untuk sementara dipasok oleh Rumah Sakit Kanker Dharmais.

“Modalitas ini tidak akan optimal tanpa penguasaan teknologi dalam hal penggunaan, analisis data, validasi, serta aplikasi menggunakan hewan normal dan hewan model,” tambah Maria.

Dalam proses riset, tim menemukan kebutuhan perangkat phantom NEMA, alat standar untuk menguji akurasi dan performa micro-PET/CT.

Karena biaya impor cukup tinggi, tim Politeknik Nuklir BRIN mengembangkan phantom lokal berbasis 3D printing.

“Phantom memastikan hasil gambar micro-PET/CT presisi dan sesuai standar vendor,” jelas Nur Rahmah Hidayati, Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Teknologi Keselamatan, Metrologi dan Mutu Nuklir.

Ia juga memastikan hal tersebut dinilai penting agar hasil riset dapat dipertanggungjawabkan, terutama dalam pengembangan obat dan perhitungan dosis.

Pengembangan phantom lokal ini menjadi luaran strategis untuk mendukung kemandirian fasilitas riset radiofarmaka di dalam negeri.

Peneliti Ahli Madya dari Pusat Riset Teknologi Radioisotop, Radiofarmaka, dan Biodosimetri BRIN, Isti Daruwati, menegaskan riset ini sejalan kebijakan pemerintah dalam memperluas layanan PET/CT di seluruh provinsi untuk meningkatkan deteksi dini kanker.

“PET/CT memberi citra jauh lebih jelas dibanding SPECT-CT, sehingga kanker kecil dapat terdeteksi lebih awal. Karena itu BRIN perlu menyiapkan radiofarmaka yang mendukung kebutuhan rumah sakit,” ujar Isti.

Untuk mendorong kemandirian produksi radioisotop PET berbasis F-18, BRIN saat ini tengah mengembangkan dua siklotron baru, Decy-13 dan SCARLA, di pusat riset akselerator.

“Kami ingin riset ini berdampak nyata baik dalam peningkatan layanan kesehatan, kemandirian teknologi radiofarmaka, maupun kontribusi terhadap pembangunan nasional,” imbuh Isti.

Selain publikasi ilmiah, riset menargetkan pengembangan purwarupa phantom NEMA dan model hewan uji. Hal ini diharap mendukung pengembangan radiofarmaka generasi berikutnya untuk kebutuhan diagnostik penyakit di Indonesia.

Yan Andri

Berita Terkait

Image

Wapres Yai Maruf Bantah Isu Belasan Menteri Mundur

Image

Pemprov Kaltim dan Pemerintah Samarinda Tukar Aset

Image

Ribuan Surat Suara di Balikpapan dan Samarinda Rusak

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -