News

BRIN Kembangkan Implan Tulang Berbasis Magnesium, Dukung Kemandirian Alkes

Gedung BRIN. 
Gedung BRIN.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Peneliti Ahli Muda, Pusat Riset Metalurgi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), Lutviasari Nuraini, tengah mengembangkan material implan tulang berbasis paduan magnesium (Mg).

Langkah ini sebagai alternatif implan ortopedi yang lebih aman dan tidak memerlukan operasi pengangkatan. Riset tersebut dinilai berpotensi mendukung kemandirian alat kesehatan nasional di bidang ortopedi, terutama karena teknologi pengecoran magnesium di Indonesia masih sangat terbatas.

Lutviasari menjelaskan, implan tulang yang digunakan saat ini umumnya berbahan stainless steel (SS), titanium (Ti), dan cobalt-chromium (Co-Cr) yang bersifat permanen dan memiliki kekakuan jauh di atas tulang manusia.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Kondisi ini dapat memicu stress shielding, yaitu pelemahan tulang di sekitar implan akibat distribusi beban yang tidak merata.

Selain itu, pasien juga harus menjalani operasi kedua untuk mengangkat implan setelah tulang sembuh.

Di banyak negara, riset implan mulai diarahkan ke material yang dapat terurai di dalam tubuh atau biodegradable, kata Lutviasari lewat laman BRIN, dinukil Rabu (19/11/2025).

“Magnesium menjadi salah satu kandidat kuat karena sifat mekaniknya mendekati tulang dan dapat diserap tubuh setelah terurai,” imbuhnya.

Adapun magnesium memiliki densitas dan elastic modulus yang relatif dekat dengan tulang manusia.

Saat terdegradasi, magnesium berubah menjadi ion Mg²⁺ yang secara alami dapat diserap tubuh, sehingga pasien tidak memerlukan operasi lanjutan.

Namun, magnesium murni memiliki kelemahan berupa laju korosi yang terlalu cepat dan pembentukan gas hidrogen selama proses degradasi.

Untuk mengatasi itu, Lutviasari dan tim mengembangkan paduan magnesium–zinc–neodymium (Mg–Zn–Nd). Penambahan zinc bertujuan memperkuat struktur material, sedangkan neodymium berfungsi memperbaiki mikrostruktur dan ketahanan korosi.

Neodymium juga salah satu unsur logam tanah jarang yang ada di Indonesia, sehingga penggunaannya dapat mendukung pemanfaatan sumber daya lokal.

Pihaknya ingin mendapatkan paduan dengan laju terurai yang sesuai waktu penyembuhan tulang.

“Jadi, implan tetap kuat menopang jaringan, lalu terurai secara bertahap tanpa menimbulkan komplikasi,” ujarnya. Salah satu tantangan terbesar pengembangan implan berbasis magnesium yakni proses pengecoran logamnya.

Magnesium cair sangat reaktif, mudah teroksidasi, dan dapat menimbulkan kebakaran jika terkena udara lembap atau percikan air.

Karena itu, industri pengecoran magnesium di Indonesia hampir tidak ditemukan dan banyak penelitian sebelumnya dilakukan melalui kerja sama dengan lembaga di luar negeri.

“Perlu keamanan tinggi dan penanganan ekstra hati-hati dalam pengecoran magnesium. Serbuk halus atau uap leburan magnesium mudah sekali terbakar bila bereaksi dengan oksigen atau uap air di udara,” jelasnya.

Karena itu, tutur Lutviasari, setiap kali pihaknya melakukan pengecoran, harus mempertimbangkan keamanan prosesnya.

Tahun ini, tim Pusat Riset Metalurgi BRIN membentuk kelompok kerja khusus untuk mengembangkan proses pengecoran magnesium.

Uji coba pengecoran magnesium–zinc telah berhasil dilakukan di laboratorium BRIN dan menjadi dasar untuk tahap berikutnya dalam pengembangan paduan magnesium–zinc–neodymium.

Selain tahap pengecoran, material juga harus melalui proses lanjutan seperti perlakuan panas (heat treatment) untuk memperbaiki ukuran butir dan distribusi fasa.

Serta proses mekanik seperti rolling untuk meningkatkan sifat mekaniknya. Seluruh tahapan ini diperlukan sebelum material dapat diproses lebih lanjut menjadi bentuk implan ortopedi, seperti plat atau skrup.

Uji Korosi dan Biologi

Setelah proses manufaktur, paduan magnesium diuji dalam larutan simulasi tubuh pada suhu 37 derajat celsius dan pH 7,4.

Pengujian dilakukan menggunakan metode evolusi hidrogen (hydrogen evolution test) untuk mengukur volume gas hidrogen yang dihasilkan, serta uji elektrokimia seperti potential dynamic polarization (PDP) dan electrochemical impedance spectroscopy (EIS).

Dari hasil perendaman, Lutviasari dan tim mengamati produk korosi pada permukaan dan penampang melintang untuk memahami mekanisme degradasi material.

Informasi ini diperlukan untuk memastikan bahwa laju terurai paduan sesuai dengan kebutuhan klinis.

Selain uji korosi, riset ini juga bekerja sama dengan Pusat Riset Bahan Baku Obat dan Obat Tradisional BRIN untuk melakukan uji antibakteri dan uji sitotoksisitas.

“Kami ingin memastikan material ini aman pada tingkat sel sebelum melangkah ke tahap uji lanjut,” ujarnya.

Wujudkan Kemandirian Implan Nasional

Menurut Lutviasari, upaya mengembangkan paduan implan ini tidak dapat dipisahkan dari kebutuhan nasional terhadap alat kesehatan.

Sebagian besar implan ortopedi masih diimpor, termasuk karena keterbatasan kemampuan produksi material dasar di dalam negeri.

Dengan menguasai teknologi pengecoran dan pengolahan magnesium, Indonesia berpeluang mengembangkan produk implan yang lebih mandiri.

Saat ini, bentuk material yang dihasilkan masih berupa ingot atau batang silindris (rod) hasil pengecoran.

Ke depan, setelah komposisi paduan dan karakteristiknya stabil, tim menargetkan pembuatan prototipe seperti skrup atau plat, serta uji lanjutan pada hewan uji sebelum menuju proses validasi klinis.

“Harapannya, penelitian ini bisa menjadi langkah awal agar kita tidak selalu bergantung pada impor implan. Kalau teknologi dasarnya bisa kita kuasai, industri dalam negeri juga bisa ikut masuk,” ujarnya.

Beberapa negara seperti Jerman, Korea Selatan, dan beberapa negara Eropa diketahui telah mengembangkan implan magnesium hingga tahap komersial.

Namun, paduan logam yang digunakan berbeda-beda, tergantung pada strategi masing-masing negara. Pengembangan paduan Mg–Zn–Nd di BRIN diharapkan dapat menjadi alternatif yang relevan bagi kondisi dan sumber daya mineral Indonesia.

Selain fokus proses pengecoran dan uji material, Lutviasari juga menjajaki kolaborasi dengan berbagai pusat riset di BRIN serta institusi luar, termasuk bidang kedokteran.

Ia menyebut, riset jangka panjang ini sejalan dengan upaya membangun ekosistem riset hingga hilirisasi produk.

“Kami memang baru sampai tahap awal. Tapi jika semua tahapan mulai dari pengolahan, karakterisasi, uji korosi, hingga uji biologi bisa dikuasai, peluang untuk menghasilkan implan magnesium dari Indonesia akan semakin besar,” katanya.

Dengan penelitian yang terus berkembang, inovasi implan berbasis magnesium ini diharapkan menjadi salah satu langkah penting menuju kemandirian teknologi alat kesehatan di tanah air.

Yan Andri

Berita Terkait

Image

Wapres Yai Maruf Bantah Isu Belasan Menteri Mundur

Image

Pemprov Kaltim dan Pemerintah Samarinda Tukar Aset

Image

Ribuan Surat Suara di Balikpapan dan Samarinda Rusak

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -