Pengusaha Lokal Khawatir Banjir Produk Impor dan Dibukanya Keran Investasi

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Pengusaha lokal di Indonesia menyarankan pemerintah untuk menciptakan pengusaha-pengusaha baru dengan bimbingan intens.
Hal itu seperti yang dilakukan di sejumlah negara lain. Dengan cara demikian, dunia industri manufaktur mereka maju karena pemerintah terjun langsung membimbing.
CEO PT Inerco Global International, Hendrik Kawilarang Luntungan, menyatakan, hal tersebut.
Ia menilai langkah pemerintah seharusnya tidak hanya berfokus menarik investor asing, tapi lebih kepada menciptakan pengusaha-pengusaha baru yang fokus pada industri manufaktur.
"Harusnya pemerintah menciptakan pengusaha-pengusaha baru dengan bimbingan pemerintah, seperti yang tercipta di China, Jepang, dan Korea. Mereka maju industri manufakturnya karena pemerintah terjun langsung membimbing agar menyesuaikan dengan target pemerintah menjadikan Indonesia negara industri dalam 10 tahun ke depan," ujar Hendrik.
Apalagi, saat ini industri baja dalam negeri sedang menghadapi tekanan keras akibat membanjirnya produk impor.
Di tengah tekanan serbuan produk impor, Pemerintah justru memilih membuka keran investasi asing yang berminat membangun pabrik di dalam negeri.
Sebelumnya, Wakil Menteri Perindustrian (Wamenperin) Faisol Riza mengaku, telah menerima sejumlah investor dari Eropa, China, dan Vietnam yang berminat merelokasi pabrik bajanya ke Indonesia.
"Kami minta supaya mereka berinvestasi di Indonesia, bangun pabrik di Indonesia, sehingga mereka juga punya akses ke pasar domestik," kata Faisol usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) di DPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Senin (10/11/2025).
Menanggapi hal itu, Hendrik menyebut, akar masalahnya terletak pada sistem penyaluran kredit perbankan. Ia mengatakan, bank besar hanya menyalurkan kredit kepada pengusaha besar.
"Akibatnya tidak ada pemerataan, tidak lahir para pengusaha baru. Kebijakan ini membuat orang kaya makin kaya dan orang miskin dan menengah akan mustahil masuk ke dalam kategori orang kaya," kata Hendrik.
Hendrik menilai untuk mendongkrak pertumbuhan ekonomi yang stagnan di angka 5 persen, Indonesia membutuhkan konglomerasi-konglomerasi baru di luar yang sudah ada.
"Capek saja kita lihat ada mall baru atau hotel baru atau real estate baru, kalau kita tanya punya siapa, selalu jawabannya dia lagi, dia lagi. Ini fakta," ucapnya menyindir.
Republika