News

KPK Ungkap Tersangka Korupsi di Indonesia Didominasi Pejabat Daerah

Tersangka kasus korupsi didominasi pejabat daerah.
Tersangka kasus korupsi didominasi pejabat daerah.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Komisi Pemberantasan Korupsi, pada Senin silam (3/11/2025), menangkap Gubernur Riau Abdul Wahid. Sang gubernur telah dibawa ke Rutan KPK.

Penangkapan Abdul Wahid menambah daftar panjang gubernur Riau yang ditangkap KPK.

Sebelumnya, ada tiga gubernur yang ditangkap KPK dan telah dipenjara karena korupsi. Sedangkan Abdul Wahid masih dalam tahap penyidikan.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Tiga Gubernur Riau yang pernah ditangkap KPK sebelumnya, yakni Saleh Djasit, gubernur periode 1998-2003. Lalu Gubernur Riau kedua yang divonis korupsi Rusli Zainal periode 2003-2013.

Gubernur Riau berikutnya yang ditangkap KPK karena korupsi Annas Maamun, gubernur periode 2014-2019. Adapun Abdul Wahid, gubernur Riau keempat yang ditangkap KPK baru-baru ini.

Dalam catatan KPK, sebanyak 51 persen perkara yang ditangani menyangkut korupsi pejabat daerah, baik eksekutif maupun legislatif.

KPK mensinyalkan praktik suap di lingkungan pemerintah daerah masih mendominasi perkara korupsi di Indonesia.

"Karena itu, KPK mendorong pimpinan daerah untuk memperkuat integritas dan tata kelola pemerintahan yang bersih," kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Kamis (6/11/2025).

Fitroh menyampaikan peringatan tersebut saat memberi materi dalam Kursus Pemantapan Pimpinan Daerah (KPPD) Gelombang II Tahun 2025. Kegiatan itu diikuti 25 walikota/bupati.

Fitroh mengungkap dari 1.666 perkara yang ditangani KPK, sebanyak 854 melibatkan pejabat daerah.

"51 persen perkara korupsi yang ditangani berasal dari lingkungan pemerintah daerah, baik eksekutif maupun legislatif,” ujar Fitroh.

Ia menilai fenomena ini berkaitan dengan tingginya biaya politik dalam pemilihan kepala daerah. Kondisi ini kemudian mendorong praktik transaksional.

“Para kandidat sering terjebak dalam lingkaran pemodal, yang kemudian menuntut imbal balik berupa proyek. Inilah akar dari banyak kasus korupsi di daerah,” ujar Fitroh.

Fitroh menegaskan korupsi selalu berawal dari niat jahat meskipun sering dibungkus dalih kebutuhan politik atau budaya permisif.

Menurutnya, pencegahan korupsi harus dimulai dari kesadaran diri dan komitmen moral untuk membangun tata kelola pemerintahan yang bersih, transparan, dan berintegritas.

"Inilah pentingnya pengawasan internal, transparansi anggaran, serta pemanfaatan teknologi digital seperti e-procurement, e-planning, dan e-audit," ujar Fitroh.

Selain integritas, Fitroh menilai pemimpin harus memiliki kebijaksanaan dalam mengambil keputusan. “Puncak kualitas seorang pemimpin adalah kebijaksanaan,” ucap Fitroh.

Atas masalah ini, Fitroh mengajak para kepala daerah menjalankan prinsip 'GATOTKACA MESRA' — gerak cepat, totalitas, kreatif, adaptif, cerdas, amanah, melayani, empati, sepenuh hati, ramah, dan antusias.

“Layani masyarakat dengan empati, jangan sombong, dan jangan terjebak formalitas. Jangan takut ditangkap KPK asal jangan main kotor,” pesan Fitroh.

Republika

Berita Terkait

Image

Pemprov Kaltim dan Pemerintah Samarinda Tukar Aset

Image

Ribuan Surat Suara di Balikpapan dan Samarinda Rusak

Image

Pengusaha Kaltim Bangun Pergudangan Smart di IKN

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -