Mancanegara

Pemadaman Listrik di Rumah Sakit Gaza Ancam Nyawa Ratusan Pasien

Warga Gaza mengantre makanan, banyak lansia wafat karena kelaparan. 
Warga Gaza mengantre makanan, banyak lansia wafat karena kelaparan.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Sistem perawatan kesehatan Jalur Gaza yang sudah runtuh menghadapi bencana yang akan segera terjadi karena pemadaman listrik dan kekurangan bahan bakar.

Akibatnya melumpuhkan fasilitas medis dan membahayakan nyawa ratusan pasien, menurut pejabat kesehatan Palestina, dilaporkan Days of Palestine, Kamis (10/7/2025).

Juru bicara Kementerian Kesehatan di Gaza, Ashraf al-Qudra memperingatkan pada hari Kamis bahwa pemadaman listrik yang berkelanjutan menimbulkan ancaman langsung bagi pasien di unit perawatan intensif.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

"Jika listrik tidak segera dipulihkan, puluhan pasien di unit-unit vital akan meninggal dunia," ujarnya, seraya menyebut unit perawatan intensif, inkubator neonatal, ruang operasi, unit gawat darurat, unit jantung, dan bangsal dialisis sebagai unit yang paling berisiko.

Al-Qudra menyerukan penyediaan generator dan bahan bakar yang mendesak untuk mempertahankan operasi di rumah sakit yang tersisa di Gaza.

Pada hari Rabu, Direktur Kompleks Medis Al-Shifa—rumah sakit terbesar di Gaza Dr. Mohammed Abu Salmiya, mengeluarkan peringatan serius tentang bencana medis yang mengancam.

Ia menyatakan bahwa rumah sakit telah kehabisan bahan bakar, sehingga mereka tidak mampu lagi melakukan operasi minimal sekalipun.

"Kita berada di ambang kehancuran total sistem kesehatan," kata Abu Salmiya. "Jika Al-Shifa tutup, kita tidak punya alternatif. Nyawa dipertaruhkan."

Ia mencatat bahwa unit-unit penting, termasuk perawatan intensif, perawatan neonatal, dan bangsal dialisis, akan ditutup sepenuhnya.

Risikonya bakal mengancam nyawa lebih dari 100 bayi prematur, 13 pasien ICU, dan 350 pasien dialisis yang memerlukan perawatan rutin untuk bertahan hidup.

Operasi bedah telah terhenti, Abu Salmiya menambahkan, sehingga tidak mungkin mengobati cedera perang atau melakukan prosedur darurat di tengah lonjakan cedera dan penyebaran penyakit menular, termasuk meningitis.

Stasiun oksigen, laboratorium, dan bank darah juga diperkirakan segera ditutup, mengubah rumah sakit menjadi apa yang disebut Abu Salmiya sebagai "kuburan massal" akibat kekurangan bahan bakar.

Ia mengonfirmasi bahwa Al-Shifa telah menghentikan layanan dialisis, dan memperingatkan bahwa kondisi di Gaza utara bahkan lebih buruk.

“Kelangkaan air di Gaza telah mencapai 90%, yang membahayakan kebersihan rumah sakit dan meningkatkan risiko wabah penyakit,” tambahnya.

Kepala Rumah Sakit lapangan di Gaza, Dr. Marwan al-Hams, menggambarkan situasi ini sebagai "bencana dari segala sudut pandang", dan memperingatkan: "Sektor kesehatan sedang berada di saat-saat terakhirnya. Ratusan orang bisa meninggal kapan saja. Luka semakin banyak, epidemi menyebar, dan kita tak berdaya."

Ia khawatir puluhan bayi prematur di inkubator akan meninggal dalam dua hari ke depan kecuali listrik dan bahan bakar dipulihkan. "Kematian sedang bergerak maju dengan sayap kegelapan."

Lansia di Gaza Hadapi Ragam Penderitaan

Warga Gaza, Mu'eenah Badra yang berusia 75 tahun, mengisahkan penderitaannya selama genosida.

“Saya meninggalkan obat-obatan saya. Saya tidak bisa berpikir jernih di tengah teror yang kami saksikan, dan sekarang saya tidak bisa kembali atau mengirim putra-putra saya untuk mengambilnya. Saya takut akan keselamatan mereka. Kami bahkan tidak tahu apakah rumah kami masih berdiri,” tutur Mu'eenah Badra, merangkum penderitaannya selama genosida di Gaza.

Badra, yang menderita diabetes dan hipertensi, mengatakan ia membutuhkan pengobatan rutin. "Sebelum perang, menjaga kesehatan saya mudah—minum obat dan mengikuti anjuran dokter. Tapi sekarang, tidak ada obat, dan rumah sakit hancur."

Sejak Israel memperketat blokade dan menutup penuh titik penyeberangan perbatasan pada awal Maret 2025, kondisi kemanusiaan telah memburuk secara drastis, dengan kelompok rentan—terutama kaum lanjut usia—paling menderita akibat kebijakan sistematis yang bertujuan untuk menghilangkan semua sarana bertahan hidup.

Penderitaan Badra diperparah dengan pengungsian yang berulang. "Setiap kali kami menetap, tempat itu dibom lagi, dan kami mengungsi lagi, tanpa tahu di mana kami akan berakhir," ujarnya.

Kini ia tinggal di tenda di tempat penampungan pengungsi di Kota Gaza, Badra hampir tidak bisa berjalan.

"Saya bilang ke keluarga, wilayah barat Gaza akan menjadi kuburan saya jika saya tidak bisa kembali ke Jabalia. Saya bahkan tidak punya tongkat. Saya tak mau jadi beban bagi anak cucu saya," ujarnya.

Kisah Badra mencerminkan penderitaan puluhan ribu warga lanjut usia Palestina yang menanggung kondisi menyedihkan di tempat penampungan yang penuh sesak tanpa akses ke makanan, air, atau layanan kesehatan yang memadai.

Seiring genosida zionis Israel di Gaza memasuki bulan ke-21, para lansia di Gaza menghadapi krisis yang tak henti-hentinya, pengeboman, pengungsian, dan kekurangan yang mematikan.

PBB memperkirakan 107.000 lansia tinggal di Gaza, banyak di antaranya memiliki kondisi kronis, yang kini menghadapi situasi yang mengancam jiwa akibat kolapsnya rumah sakit dan hampir kekurangan obat-obatan.

Tragedi Pengungsian

Warga Gaza lainnya, Khalil Shahada mengatakan ayahnya yang berusia 85 tahun semakin lemah karena kekurangan gizi dan obat-obatan. "Setelah rumah kami dibom di Jabalia, kami terpaksa mengungsi. Ayah saya menjadi terlalu lemah untuk berjalan dan sekarang membutuhkan kursi roda," ujarnya kepada Safa.

"Saya berusaha memenuhi kebutuhannya, tapi harga makanannya keterlaluan. Saya sering melewatkan makan demi menyisakan sepotong roti untuknya," kata Shahada.

Ayahnya sudah dua bulan tidak mengonsumsi obat-obatan yang dibutuhkan. Seperti obat tekanan darah, rematik, atau diabetes.

"Sekarang ia menolak makan karena makanannya selalu sama, ia menderita dehidrasi serta malnutrisi."

Gaza mengalami kekurangan makanan, air, dan obat-obatan yang parah, dengan sistem layanan kesehatan yang kolaps total.

Para lansia dan penderita penyakit kronis dibiarkan menghadapi kematian dalam isolasi, bahkan tanpa perawatan paling mendasar sekalipun.

Menurut laporan terkini Euro-Med Human Rights Monitor, sekitar 4% dari mereka yang tewas dalam perang Israel di Gaza adalah lansia. Laporan tersebut menyoroti peningkatan jumlah kematian di kalangan lansia akibat kegagalan total layanan kesehatan, malnutrisi, dan kelaparan.

Laporan tersebut mencatat bahwa hampir 70% lansia di Gaza menderita penyakit kronis, membuat mereka sangat rentan di tengah serangan Israel yang terus berlanjut dan bencana kemanusiaan yang semakin parah.

Mila

Berita Terkait

Image

Brutal! Israel Jatuhkan Bom Lagi di Kamp Pengungsi Jabalia

Image

Brutal! Israel Jatuhkan Bom Lagi di Kamp Pengungsi Jabalia

Image

Jebakan Batman Terowongan Hamas

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -