1 Muharram: Bukan Sekadar Tahun Baru Biasa

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Tahun Baru Islam jatuh hari ini, Kamis, 26 Juni 2025. Pengumuman itu disampaikan Mahkamah Agung Arab Saudi. Adapun Kemenag, menetapkan 1 Muharram 1447 H jatuh pada hari Jumat, 27 Juni 2025.
Ketika kalender Masehi menunjukkan pergantian tahun, kita mungkin disibukkan perayaan kembang api dan pesta.
Namun, dalam kalender Islam, ada satu hari di mana waktu bergeser, membawa serta nuansa yang jauh lebih dalam, lebih hening, dan penuh makna: 1 Muharram.
Bukan sekadar pergantian angka tahun, melainkan sebuah gerbang spiritual menuju lembaran baru yang sarat dengan keutamaan dan kesempatan untuk memperbaiki diri.
1 Muharram menjadi penanda awal tahun baru Hijriah, sebuah sistem penanggalan yang tidak berpatokan pada peredaran matahari, melainkan peredaran bulan, dan memiliki akar sejarah yang kuat dalam perjalanan dakwah Rasulullah.
Keistimewaan 1 Muharram tidak terletak pada kemeriahan pesta, melainkan pada esensi spiritualnya. Bulan Muharram, bahkan sebelum tanggal 1, telah Allah tetapkan sebagai salah satu dari empat bulan haram (mulia), bersama dengan Dzulqa'dah, Dzulhijjah, dan Rajab.
Di bulan-bulan ini, segala bentuk kebaikan dilipatgandakan pahalanya, sementara kemaksiatan juga dilipatgandakan dosanya.
Ini menjadi pengingat bagi kita untuk lebih menjaga lisan, perbuatan, dan pikiran, serta memperbanyak amal saleh. Keagungan bulan Muharram ini sudah ada sejak zaman jahiliyah, di mana peperangan diharamkan, menunjukkan nilai perdamaian yang inheren.
Pada tanggal 1 Muharram, umat Islam di seluruh dunia merayakan dimulainya tahun baru Hijriah, sebuah peristiwa yang menjadi titik tolak bagi Muharram untuk menjadi bulan yang penuh berkah.
Penanggalan Hijriah ini resmi digunakan pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, dan dipilih berdasarkan peristiwa hijrah Nabi Muhammad SAW dari Mekkah ke Madinah.
Peristiwa hijrah ini bukanlah sekadar perpindahan fisik, melainkan sebuah transformasi besar: dari masa penuh tekanan dan penganiayaan di Makkah menuju fase pembangunan masyarakat Islam yang madani di Madinah. Inilah esensi Muharram, momentum untuk hijrah (berpindah) menuju kondisi yang lebih baik.
Karena itu, 1 Muharram menjadi lebih dari sekadar hari libur nasional di beberapa negara Muslim. Ia adalah hari untuk berefleksi, berintrospeksi, dan merencanakan perubahan ke arah yang lebih positif.
Menjadi kesempatan mengevaluasi perjalanan hidup selama setahun ke belakang, mensyukuri nikmat Allah, dan memohon ampun atas segala khilaf.
Dengan demikian, diharapkan memasuki tahun baru Hijriah dengan hati yang lebih bersih, niat yang lebih lurus, dan semangat membara untuk menjadi pribadi yang lebih baik, lebih dekat dengan Sang Pencipta.
Memahami keistimewaan 1 Muharram bisa menjadi langkah awal untuk meraih keberkahannya. Patut kiranya meresapi makna di balik setiap detik yang berlalu, dan mengisinya dengan ibadah, kebaikan, serta tekad untuk berubah. Jadikan momentum ini sebagai titik balik menuju kehidupan yang lebih bermakna dan penuh rahmat.
Jejak Hijrah Nabi
Keistimewaan 1 Muharram tak bisa dilepaskan dari peristiwa Hijrah Nabi Muhammad. Peristiwa agung ini terjadi ketika Nabi dan para sahabatnya meninggalkan Mekkah yang penuh penindasan menuju Madinah (saat itu bernama Yatsrib) yang menawarkan harapan dan kebebasan untuk berdakwah.
Hijrah bukanlah pelarian, melainkan strategi besar yang visioner. Ini adalah penegasan iman dan keberanian luar biasa dalam menghadapi berbagai rintangan demi tegaknya risalah Ilahi. Tanpa hijrah, mungkin Islam tidak akan berkembang sepesat itu.
Pemilihan peristiwa hijrah sebagai awal penanggalan Islam menunjukkan betapa pentingnya peristiwa ini dalam sejarah umat. Pada masa Khalifah Umar bin Khattab RA, para sahabat berdiskusi untuk menentukan awal penanggalan Islam. Berbagai usulan muncul, seperti tahun kelahiran Nabi, tahun kenabian, atau tahun wafat Nabi. Namun, akhirnya diputuskan untuk menggunakan tahun hijrah sebagai permulaan.
Mengapa? Sebab hijrah momen perubahan fundamental yang memisahkan antara fase dakwah yang tersembunyi dengan fase pembangunan masyarakat dan negara Islam yang terbuka.
Hijrah melambangkan sebuah transformasi. Ini adalah perpindahan dari kegelapan menuju cahaya, dari keterpurukan menuju harapan, dari individualitas menuju komunitas yang kuat.
Di Madinah, Nabi Muhammad berhasil membangun sebuah masyarakat yang berlandaskan persaudaraan (antara Muhajirin dan Ansar), keadilan, dan ketaatan kepada Allah SWT.
Lahirnya Piagam Madinah juga menjadi bukti betapa hijrah membawa Islam pada puncak peradaban, mampu menyatukan berbagai suku dan agama dalam satu payung keadilan.
Karena itu, peringatan 1 Muharram adalah pengingat abadi akan semangat hijrah. Bukan hanya hijrah fisik dari satu tempat ke tempat lain, melainkan hijrah spiritual dan mental.
Umat Muslim diajak berhijrah dari kebiasaan buruk menuju kebiasaan baik, dari kemaksiatan menuju ketaatan, dari kemalasan menuju produktivitas, dari prasangka buruk menuju husnuzan. Sebuah panggilan untuk berproses menjadi pribadi yang lebih baik di setiap aspek kehidupan.
Dengan mengenang hijrah Nabi, kita juga diingatkan tentang pengorbanan, kesabaran, dan keteguhan hati para pendahulu. Mereka meninggalkan harta benda dan tanah kelahiran demi agama.
Semangat ini harus diteladani dalam menghadapi tantangan zaman. 1 Muharram, dengan demikian, adalah momentum untuk menguatkan tekad, memperbaharui niat, dan memulai setiap langkah di tahun baru dengan landasan iman yang kokoh.
Amaliah di Bulan Muharram
Selain menjadi awal tahun baru, bulan Muharram juga memiliki amalan khusus yang sangat dianjurkan, yaitu puasa sunah.
Di antara puasa sunah yang paling utama di bulan ini adalah puasa Asyura pada tanggal 10 Muharram, serta puasa Tasu'a pada tanggal 9 Muharram sebagai pelengkapnya. Puasa Asyura memiliki keutamaan yang luar biasa, sebagaimana disabdakan Rasulullah.
Rasulullah bersabda, "Puasa pada hari Asyura, aku berharap kepada Allah dapat menghapus dosa setahun sebelumnya." (HR. Muslim).
Hadits ini menunjukkan betapa besarnya ganjaran dari puasa Asyura. Ini adalah kesempatan emas bagi umat Muslim untuk menghapus dosa-dosa kecil yang telah dilakukan selama setahun penuh, sebuah anugerah yang sangat berharga di awal tahun. Keutamaan ini menjadikan puasa Asyura sebagai salah satu ibadah sunah yang paling dinantikan.
Untuk menyempurnakan puasa Asyura dan membedakannya dengan puasa yang dilakukan oleh umat lain (seperti Yahudi), Nabi Muhammad juga menganjurkan puasa Tasu'a pada tanggal 9 Muharram.
Beliau bersabda, "Jika aku hidup sampai tahun depan, sungguh aku akan berpuasa pada hari kesembilan (Tasu'a)." (HR. Muslim).
Meskipun Nabi wafat sebelum sempat melaksanakannya, anjuran ini menunjukkan pentingnya puasa di hari tersebut. Dengan berpuasa di tanggal 9 dan 10 Muharram, kita mendapatkan pahala ganda dan meneladani sunah Nabi secara sempurna.
Selain puasa Tasu'a dan Asyura, di bulan Muharram juga sangat dianjurkan untuk memperbanyak puasa sunah lainnya, seperti puasa Senin-Kamis atau puasa Ayyamul Bidh (tanggal 13, 14, 15 Hijriah).
Bahkan, bulan Muharram disebut sebagai "syahrullah" (bulannya Allah) dalam beberapa riwayat, yang menunjukkan keistimewaan tersendiri. Memperbanyak amal saleh di bulan ini, termasuk sedekah, membaca Al-Qur'an, dan berzikir, juga akan dilipatgandakan pahalanya.
Maka, mari manfaatkan bulan Muharram ini, khususnya di awal tahun baru, untuk meningkatkan kualitas ibadah kita.
Dengan berpuasa dan memperbanyak amal kebaikan lainnya, kita bukan hanya mengharap pahala dari Allah SWT, tetapi juga membersihkan diri secara spiritual dan mental. Sekaligus mempersiapkan diri menjalani tahun yang baru dengan hati yang lebih tenang dan jiwa yang lebih bersih.
Mila
