Mancanegara

Zionis di Titik Nadir, Media-media Israel Putar Haluan

Ratusan ribu orang berunjuk rasa di Den Haag, mendesak pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel. 
Ratusan ribu orang berunjuk rasa di Den Haag, mendesak pemerintah Belanda mengambil tindakan terhadap Israel.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Zionis Israel berada dalam masalah besar. Dukungan besar negara-negara Eropa yang mulai menarik diri seiring derasnya kecaman internasional, membuat negara itu jatuh di titik terendah.

Bahkan, media-media Israel yang sejak awal mendukung genosida ke Gaza, kini ramai-ramai mulai putar haluan. Mereka panik, dan meminta pemerintahan Netanyahu untuk menghentikan serangannya.

Koresponden Channel 14 Israel, Nati Lingerman, mengomentari masalah tekanan Barat.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia mengatakan, "Tsunami politik di Eropa dan ibu kota negara-negara Barat, atau setidaknya di beberapa negara Barat, menyusul meluasnya pertempuran di Gaza dan situasi di Jalur Gaza."

Lengerman berujar, para menteri luar negeri UE sedang mendiskusikan di Brussel mengenai proposal Belanda untuk mempertimbangkan kembali perjanjian kemitraan UE-Israel.

Jerusalem Post, dengan berapi-api mengecam kebijakan terkini para sekutu Israel, menyerukan gencatan senjata.

“Ya, ada beberapa hal yang tidak bisa dilawan: Hamas sebagai sebuah konsep, dan waktu yang hampir habis bagi para sandera. Kreativitas diperlukan saat ini untuk mencapai kesepakatan,” tulis editorialnya.

Situasi Terburuk

Surat kabar Yedioth Ahronoth pada Selasa malam mengutip sumber di Kementerian Luar Negeri Israel yang mengatakan kali ini Israel dalam masalah besar.

“Kita berada dalam situasi terburuk yang pernah kita alami. Ini jauh lebih buruk daripada bencana. Dunia tidak bersama kita.”

Sumber tersebut menyatakan bahwa “sejak November 2023, dunia tidak melihat apa pun selain kematian anak-anak Palestina dan rumah-rumah yang hancur,” dan menekankan bahwa Israel tidak menawarkan solusi atau rencana untuk hari berikutnya, yang ada hanya kematian dan kehancuran.

Ia juga memeringatkan soal "boikot diam-diam" yang menurutnya belum pernah terjadi.

"Hal ini akan meluas dan meningkat, dan kita tidak boleh meremehkan bahayanya." Dia menambahkan bahwa tidak ada seorangpun yang ingin dikaitkan dengan Israel.

Menurut surat kabar tersebut, 592 hari setelah dimulainya perang di Gaza, kedudukan Israel di dunia internasional telah mencapai titik terendah.

Dengan tiga sekutu utama merek: Inggris, Prancis, dan Kanada, pada Senin malam mengancam akan menjatuhkan sanksi jika perang di Gaza terus berlanjut.

Kurang dari 24 jam kemudian, Inggris mengumumkan pembatalan negosiasi perjanjian perdagangan bebas di masa depan dengan Israel, memanggil duta besar Israel untuk London, Tzipi Hotovely, untuk meminta teguran, dan menjatuhkan sanksi terhadap sejumlah pemukim.

Yedioth Ahronoth melaporkan sumber-sumber di Gedung Putih juga menyatakan rasa frustrasinya terhadap pemerintah Israel. Amerika mengetahui Israel adalah satu-satunya pihak yang tidak berupaya untuk mencapai kesepakatan yang komprehensif.

Surat kabar tersebut menekankan bahwa pernyataan dan langkah-langkah yang diambil saat ini terhadap Israel juga dapat menimbulkan dampak ekonomi yang serius.

Inggris, misalnya, adalah salah satu mitra dagang terpenting Israel, dengan volume perdagangan sekitar 9 miliar pound sterling, menjadikannya mitra dagang terbesar keempat bagi Israel.

Terisolasi di Panggung Internasional

Mereka menilai ancaman Eropa untuk membatalkan perjanjian kemitraan dengan Israel belum pernah terjadi sebelumnya.

Meskipun Israel memperkirakan kemungkinan pembatalannya rendah, potensi kerugiannya diperkirakan mencapai puluhan miliar, menjadikannya ancaman ekonomi yang sangat serius.

Media itu menyimpulkan bahwa Israel, dengan meningkatnya tekanan untuk menghentikan perang dan desakan mereka untuk melanjutkan perang, kini benar-benar terisolasi di panggung internasional.

Bahkan, The Times of Israel yang terkini menyerukan penghentian agresi ke Gaza. Dalam editorialnya pada Rabu, yang bertajuk “Hentikan Perang, Pulangkan Sandera, dan Selamatkan Israel, mereka menekankan bahwa diteruskannya serangan ke Gaza akan membuat Israel semakin kehilangan dukungan internasional.

“Seiring berjalannya waktu, pemerintah, dengan tangannya sendiri, menghancurkan dukungan internasional yang tersisa terhadap upayanya, dengan Netanyahu menyatakan bahwa Israel akan “mengambil alih seluruh Gaza” dan mengakui bahwa penduduk sipil Gaza berada di ambang kelaparan, setelah 11 minggu Israel menghentikan pasokan,” tulis the Times of Israel.

Hilangnya Dukungan Inggris

Mereka mengakui, diteruskannya perang semata terkait ambisi politik Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu. Netanyahu secara konsisten menyangkal bahwa politik koalisi mendorong kebijakan perangnya. Namun, menurut media itu, perhitungannya sederhana.

Jika Netanyahu menghentikan perang, para politikus ekstremis sayap kanan seperti Bezalel Smotrich dan Itamar Ben Gvir akan mengeluarkan partai mereka dari koalisi, dan Netanyahu akan kehilangan mayoritas kursi di parlemen.

Namun jika ambisi politik Netanyahu diteruskan, yang terancam adalah keutuhan Israel. “Kepentingan keamanan Israel, aliansi global dan kohesi internalnya dipertaruhkan.”

Diteruskannya perang juga akan semakin membuat ekonomi Israel terpuruk karena pasukan cadangan yang sedianya merupakan tenaga kerja penopang perekonomian Israel harus terus berperang.

The Times of Israel mengingatkan, dengan hilangnya dukungan Inggris yang diumumkan pada Selasa malam, saat ini tersisa Amerika Serikat sebagai satu-satunya sekutu besar yang relatif mendukung Israel dalam perang Gaza.

Begitupun, Presiden AS Donald Trump belakangan tak lagi mendukung pengosongan Gaza. Sementara pekan lalu, Trump sudah memperingatkan bahwa banyak orang kelaparan di Gaza.

Hanya dengan menghentikan perang, menurut Times of Israel, Netanyahu bisa “membebaskan para sandera, menghentikan kematian untuk sementara waktu, memenangkan kembali masyarakat Israel dan sebagian komunitas internasional.”

Netanyahu Kepala Batu

Meski media-media Zionis meminta menghentikan perang dengan mengingatkan penarikan dukungan Eropa, tapi Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu menolak mentah-mentah desakan Eropa untuk menghentikan perang di Gaza.

Menurutnya, hal itu akan bergulir menjadi resolusi mengikat di PBB yang akan menghancurkan Israel.

Dalam konferensi pers pertamanya dalam beberapa waktu belakangan Netanyahu mengatakan, “sanksi yang benar-benar mengkhawatirkan” akan dijatuhkan oleh Dewan Keamanan PBB.

“Sanksi yang mengikat, sebuah resolusi yang tidak akan kami izinkan,” kata Netanyahu, pada konferensi pers di Yerusalem, Rabu malam, dilansir the Times of Israel.

Netanyahu mengatakan, sebagai syarat untuk melepaskan sandera dan setuju untuk mengakhiri perang, Hamas menuntut Dewan Keamanan PBB mengeluarkan resolusi. Yang akan memberikan sanksi mengikat dan akan menghancurkan perekonomian Israel serta keamanan nasional jika Israel melanjutkan perang.

Resolusi seperti itu, jika disahkan, tidak mungkin dibatalkan.

Netanyahu juga menolak menarik pasukan sementara dan kembali menyerang saat semua sandera sudah keluar Haza.

"Mereka lupa... hal ini tidak gratis. Anda harus mengevakuasi seluruh Jalur Gaza. Akan ada resolusi yang mengikat di Dewan Keamanan yang akan menghancurkan perekonomian Israel sepenuhnya, dan juga sistem keamanan kita. Ini gila. Benar-benar gila," lanjutnya.

Republika

Berita Terkait

Image

Brutal! Israel Jatuhkan Bom Lagi di Kamp Pengungsi Jabalia

Image

Brutal! Israel Jatuhkan Bom Lagi di Kamp Pengungsi Jabalia

Image

Jebakan Batman Terowongan Hamas

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -