Polisi Diminta Usut Pencetus dan Pengelola Grup Inses di Facebook

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Polisi diminta mengusut tuntas pencetus dan pengelola Grup Inses yang beredar di Facebook. Grup ini telah memantik keresahan publik dan membahayakan generasi.
Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (Kemen PPPA) mengecam keberadaan grup Facebook yang menormalisasi tindakan incest yang membahayakan perempuan dan anak.
KemenPPPA tekah berkoordinasi dengan Direktorat Tindak Pidana Perempuan dan Anak dan Tindak Pidana Perdagangan Orang Polri untuk segera menindaklanjuti akun medsos Facebook tersebut.
KemenPPPA juga meminta polisi mengusut grup Facebook bernama: fantasi sedarah, itu. Sebab konten terkait mengandung unsur eksploitasi seksual dan telah meresahkan masyarakat.
Sekretaris Kemen PPPA, Titi Eko Rahayu menyatakan jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat.
Apalagi grup itu rawan menimbulkan dampak buruk karena tergolong konten menyimpang.
"Kami sangat berharap laporan kami dapat ditindaklanjuti Direktorat Tindak Pidana Siber agar dapat segera diselidiki pembuat, pengelola, dan anggota aktif grup tersebut," ujar Titi, dalam keterangan pers pada Sabtu (17/5/2025).
Ia menegaskan jika ada bukti pelanggaran, proses hukum harus ditegakkan.
“Demi memberi efek jera dan melindungi masyarakat, khususnya anak-anak dari dampak buruk konten menyimpang," imbuhnya.
Ia juga menegaskan keberadaan dan diskusi antar anggota grup Facebook itu telah memenuhi tindakan kriminal berupa penyebaran konten bermuatan seksual.
Terutama yang melibatkan inses atau dugaan eksploitasi seksual.
Pelakunya dapat dikenakan pasal-pasal Undang-undang No 19 Tahun 2016 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE), Undang-undang No. 44 Tahun 2008 tentang Pornografi, dan Undang-undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak.
"Keberadaan grup semacam ini jelas bertentangan dengan nilai-nilai moral sekaligus mengancam keselamatan dan masa depan anak-anak Indonesia. Fantasi seksual yang melibatkan inses bukan hanya tidak pantas, akan tetapi juga dapat merusak persepsi publik terhadap hubungan keluarga yang sehat," ujar Titi.
Ia mendorong Facebook sebagai platform digital untuk tanggap merespons dengan cepat terhadap konten yang melakukan eksploitasi seksual konten-konten lain yang membahayakan perempuan dan anak.
"Ada tanggung jawab etis dan hukum dari penyedia platform untuk menjaga ruang digital tetap aman dan bersih," ingatnya.
Selain itu, kasus ini menjadi momentum pentingnya edukasi literasi digital dan seksualitas yang sehat. Menurutnya, peran keluarga sebagai tempat utama dalam membentuk karakter, nilai moral, serta kebiasaan sosial anak sejatinya tidak tergantikan oleh apapun termasuk oleh kemajuan teknologi digital.
Resmi Diblokir
Sebelumnya, Kementerian Komunikasi dan Digital akhirnya bertindak tegas usai mendapat aduan masyarakat terkait enam grup Facebook yang memuat konten: fantasi sedarah.
Kemenkomdigi melakukan pemutusan akses atas enam grup Facebook yang meresahkan itu. Tindakan pemutusan akses ini bagian dari implementasi Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2025 tentang Tata Kelola Penyelenggaraan Sistem Elektronik dalam Perlindungan Anak.
Regulasi ini mengatur kewajiban setiap platform digital melindungi anak dari paparan konten berbahaya serta menjamin hak anak untuk tumbuh dalam lingkungan digital yang aman dan sehat.
Apalagi grup Facebook dengan nama 'Fantasi Sedarah' ini memantik sorotan di sosmed. Grup itu ramai dibicarakan di media sosial hingga menjadi pembahasan di dunia nyata.
Sejumlah isi percakapan grup itu mengarah pada inses atau seks sedarah.
Direktur Jenderal Pengawasan Ruang Digital Kemenkomdigi, Alexander Sabar menyatakan langkah pemblokiran diambil sebagai upaya tegas negara melindungi anak-anak dari konten digital. Terutama yang berpotensi merusak perkembangan mental dan emosional mereka.
Pihaknya berkoordinasi dengan Meta untuk melakukan pemblokiran atas grup komunitas tersebut.
“Grup ini tergolong penyebaran paham yang bertentangan dengan norma yang berlaku di masyarakat,” tegas Alex, pada Jumat (16/5/2025).
Ia juga menegaskan konten dalam grup itu termasuk pelanggaran serius terhadap hak anak.
Republika
