News

Dampak Bencana Sumatera Lampaui Tsunami 2004, Perbaikan Butuh Puluhan Triliun

Kayu gelondongan terseret arus banjir. 
Kayu gelondongan terseret arus banjir.

SEKITARKALTIM.ID – Badan Nasional Penanggulangan Bencana melaporkan jumlah korban meninggal dunia akibat bencana banjir bandang dan longsor, di tiga provinsi di Pulau Sumatera mencapai 914 jiwa.

Data itu tercatat sampai Sabtu sore.

"Jumlah korban meninggal secara total mencapai 914 jiwa, bertambah 47 jiwa dari posisi kemarin 867 jiwa," kata Kepala Pusat Data, Informasi dan Komunikasi Kebencanaan BNPB Abdul Muhari di Banda Aceh, pada Sabtu (6/12/2025).

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Ia mengatakan hal itu saat konferensi pers pembaruan informasi penanganan bencana hidrometeorologi di Sumatera di Media Center Komdigi di Kantor Gubernur Aceh di Banda Aceh.

Muhari memerinci jumlah korban meninggal, tertinggi di Provinsi Aceh 359 jiwa, Sumatera Utara 329 jiwa, dan Sumatera Barat 226 orang.

"BNPB terus mengoptimalkan dan melakukan percepatan dalam operasi pencarian dan pertolongan, sehingga angka korban bisa diminimalkan sekecil mungkin," ujarnya.

Ia juga mengatakan terkait laporan korban hilang, dari total tiga provinsi yang masih terdata dalam daftar pencarian tim SAR saat ini 389 jiwa.

Bencana Sumatera 2025 dinilai telah melampaui tsunami 2004.

Hal itu ditinjau dari luas landaan wilayah-wilayah yang terdampak. “Kalau di-impose, wilayah landaan bencana Sumatera luasannya setara dengan pulau Jawa-Madura-Bali,” ungkap eks Deputi Kelembagaan dan SDM Badan Rehabilitasi dan Rekonstruksi (BRR) Aceh-Nias, Sudirman Said.

Said berbicara dalam forum terbuka Sarasehan Daring Pemulihan Andalas. Tajuknya: Pembelajaran dari Aceh-Nias: Rekoleksi Pengetahuan, yang dihelat di Jakarta, Sabtu (6/12/2025).

Sudirman yang saat ini pengurus pusat Palang Merah Indonesia, menegaskan, salah satu asas dari PMI kesemestaan atau universalitas.

Artinya, bencana, di mana pun, itu serupa bencana seluruh dunia.

“Nyawa manusia atau kemanusian harus diutamakan ketimbang kepentingan politik,” tegasnya. Ia ingat pesan Kepala Badan Pelaksana BRR, Kuntoro Mangkusubroto, tentang kerja kemanusiaan pascatsunami.

Katanya, tidak ada satu pun kekuatan yang mampu membuat kerusakan seperti ini kecuali tangan Tuhan.

Hanya dengan tangan Tuhan pula tempat ini akan bisa diperbaiki. “Karena itu, jangan pernah kotori tanganmu dengan tindakan yang tidak terpuji di mata Tuhan,” kata Said.

Mantan Direktur Hubungan Luar Negeri dan Donor BRR, Heru Prasetyo, menambahkan, “Yang kita hadapi saat ini menuntut leadership yang lebih dalam daripada sekadar menangani bencana. Mengingat, yang ditangani di depan mata bukan soal manajemen bencana alam, tapi juga bencana lingkungan hidup, dan lain-lain,” ujar Heru.

“Pemulihan Aceh pascatsunami 2025 memang pekerjaan besar,” imbuh Heru, "Tapi, bencana Sumatera lebih dalam daripada tsunami, karena kombinasi dari tsunami Aceh, Covid-19, Lapindo, dan perubahan iklim.”

Eks Kepala BRR Nias William Sabandar menyadarkan kita kembali, dalam kondisi krisis, pemimpin harus turun. Selain itu, crisis mindset dan sikap mental sense of urgency harus bisa ditanamkan.

“Leadership bukan perkara satu komando, melainkan kemampuan untuk mengombinasikan pendekatan jangka pendek (tanggap darurat) dengan pendekatan jangka panjang (rehabilitasi-rekonstruksi).”

Eks Deputi Keuangan BRR Aceh-Nias, Amin Subekti menambahkan satu elemen penting dari leadership pada masa krisis bencana, yakni kecepatan kerja (speed) dan keluwesan implementasi (flexibility).

Ia mengungkapkan, pemulihan Aceh-Nias membutuhkan dana sekitar 7 miliar dolar AS. Yang bisa ditopang APBN itu hanya sepertiganya.

Selebihnya, berasal dari donor multilateral, lembaga non-pemerintah, dan lain-lain.

“Artinya, kontribusi dana dari non-APBN itu sangat besar dalam proses Rehabilitasi dan Rekonstruksi Aceh-Nias,” ujarnya. “Bagaimana hal tersebut bisa dilakukan? Ya karena dua hal tadi: speed dan flexibility,” katanya.

“Kita harus menyuarakan ini. Jangan sampai too late and too litter. Ide, pengalaman, dan pengetahuan, kita sudah punya. Yang tidak kita punya hanya otoritas,” kata Said mengajak.

Ia menyatakan, andai ide dan pengalaman itu bisa diagregasi menjadi satu platform kerja yang bisa didorongkan aplikasinya kepada yang punya otoritas, rasa-rasanya ini akan menjadi sesuatu yang positif.

Sarasehan diselenggarakan oleh Institut Harkat Negeri, Nalar Institute, dan Centre for Innovation Policy and Governance, berkolaborasi dengan Institut Deliverologi Indonesia dan BRR Institute.

Biaya Perbaikan Butuh Rp51,82 Triliun

Kepala BNPB, Letjen TNI Suharyanto, melaporkan perkiraan biaya untuk memperbaiki kerusakan akibat bencana banjir bandang dan longsor di Aceh, Sumatra Utara, dan Sumatra Barat mencapai Rp51,82 triliun.

Estimasi ini disampaikan dalam rapat koordinasi penanganan bencana Sumatera di Posko Terpadu Lanud Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, pada Ahad (7/12) malam.

Suharyanto menyebutkan estimasi biaya tersebut masih bisa bertambah mengingat jumlah korban yang terus diperbarui setiap hari.

“Tentu saja, data ini belum akurat, Bapak Presiden, masih terus kami lengkapi,” ujarnya kepada Presiden Prabowo Subianto.

Untuk rincian biaya, Suharyanto menjelaskan Kementerian Pekerjaan Umum mengestimasi biaya pemulihan khusus untuk Aceh mencapai Rp25,41 triliun.

Untuk biaya perbaikan di Sumatra Utara dan Sumatra Barat masing-masing mencapai Rp12,88 triliun dan Rp13,52 triliun.

Anggaran ini direncanakan untuk meningkatkan pelayanan kepada korban, mempercepat penyaluran santunan bagi ahli waris korban, serta mencukupi stok logistik dari tingkat desa hingga daerah.

“Kemudian, untuk daerah-daerah yang relatif sudah pulih, seperti di Sumatra Barat dan sebagian Sumatra Utara, kami akan masuk tahap rehabilitasi, rekonstruksi,” tambah Suharyanto, menjelaskan bahwa proses rehabilitasi akan dilakukan bertahap sesuai kondisi daerah.

Dalam fase rehabilitasi, BNPB juga merencanakan pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap bagi para pengungsi.

Pembangunan huntara akan dilakukan oleh satuan tugas dari TNI dan Polri, sedangkan hunian tetap akan dibangun Kementerian Perumahan.

Presiden Prabowo Subianto telah menyetujui penganggaran sebesar Rp60 juta per rumah untuk membantu para pengungsi mengganti hunian mereka yang rusak akibat longsor dan banjir bandang.

Keputusan ini disampaikan dalam rapat koordinasi bencana di Posko Terpadu Lanud Sultan Iskandar Muda, Kabupaten Aceh Besar, Provinsi Aceh, pada Ahad (7/12) malam.

Presiden Prabowo menerima laporan mengenai pembangunan hunian sementara (huntara) dan hunian tetap (huntap) yang diperuntukkan bagi para pengungsi di Provinsi Aceh, Sumatera Utara, dan Sumatera Barat.

Kepala BNPB Letjen TNI Suharyanto, melaporkan sebanyak 37.546 rumah mengalami kerusakan mulai dari rusak berat hingga ringan akibat bencana tersebut.

Letjen Suharyanto menambahkan bahwa data tersebut belum final karena pendataan masih berlangsung bersama Kementerian Pekerjaan Umum.

Ia juga mengusulkan agar pembangunan hunian sementara dilakukan anggota TNI dan Polri yang tergabung dalam satgas penanggulangan bencana.

Belasan Ribu Hektare Sawah Terendam

Di sisi lain, Pemerintah Kabupaten Aceh Timur melalui Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura mencatat seluas 11.010 hektare sawah yang tersebar di 24 kecamatan di kabupaten itu terendam banjir.

Kepala Dinas Tanaman Pangan dan Hortikultura Aceh Timur Erwin Atlizar di Aceh Timur, Minggu, mengatakan kerugian akibat banjir tersebut mencapai Rp88 miliar.

"Seluas 11.010 hektare sawah terendam banjir. Mayoritas tanaman padi yang terdampak berada pada fase produktif hingga siap panen, sehingga kerugian petani dipastikan cukup besar," katanya.

Erwin Atlizar menyebutkan kerugian Rp88 miliar itu akumulasi dari potensi gagal panen, kerusakan tanaman padi, serta terhentinya aktivitas pertanian masyarakat akibat sawah terendam banjir selama beberapa hari lalu.

Sedangkan kecamatan dengan dampak terluas di antaranya Peureulak Barat mencapai 2.600 hektare, Kecamatan Peureulak mencapai 1.405 hektare, Kecamatan Darul Falah seluas 1.063 hektare.

Berikutnya, Kecamatan Darul Aman dengan luas mencapai 850 hektare dan Kecamatan Julok seluas 785 hektare. Kecamatan Idi Tunong mencapai 520 hektare, Kecamatan Banda Alam dengan luas 476 hektare.

Kemudian, Kecamatan Pante Bidari seluas 467 hektare, Kecamatan Idi Rayeuk mencapai 439 hektare, Kecamatan Indra Makmur dengan luas 187 hektare, Kecamatan Sungai Raya seluas 306 hektare,

Serta Kecamatan Serba Jadi seluas 326 hektare, Kecamatan Birem Bayeun seluas 285 hektare, Kecamatan Simpang Ulim seluas 52 hektare, Kecamatan Madat dengan luas mencapai 22 hektare.

Dan Kecamatan Peudawa dengan luas mencapai 146 hektare, Kecamatan Rantau Selamat seluas 146 hektare, Kecamatan Simpang Jernih seluas 85 hektare, dan Kecamatan Peureulak Timur dengan luas 225 hektare.

Republika

Berita Terkait

Image

Wapres Yai Maruf Bantah Isu Belasan Menteri Mundur

Image

Pemprov Kaltim dan Pemerintah Samarinda Tukar Aset

Image

Pemprov Kaltim dan Pemerintah Samarinda Tukar Aset

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -