Bupati Mudyat Curhat ke DPR soal Ketimpangan Pembangunan di Kaltim

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Bupati Penajam Paser Utara, Mudyat Noor menyampaikan berbagai persoalan daerah.
Berbagai persoalan itu, hingga kini masih menjadi tantangan serius bagi masyarakat di Kabupaten PPU.
Bupati Mudyat Noor menyampaikan curhatan itu kepada anggota Komisi XII DPR RI di Provinsi Kalimantan Timur. Pertemuan itu berlangsung di Balikpapan, pada Rabu (26/11/2025).
Para legislator Senayan tersebut, melakukan kunjungan kerja Panitia Kerja Peningkatan Pendapatan Negara. Agenda ini dihadiri Gubernur Kalimantan Timur Rudi Mas'ud dan para tokoh masyarakat di Kaltim yang ikut menyampaikan harapan besar kepada Komisi XII DPR RI.
Di kesempatan itu, Bupati Mudyat menyoroti ketimpangan pembangunan antara daerah di Pulau Jawa dengan wilayah Kalimantan Timur, termasuk di Kabupaten PPU.
Mudyat mengungkap, infrastruktur di Kalimantan Timur sangat tidak sebanding dengan kontribusinya terhadap keuangan negara.
Ia mengingatkan pembangunan jalan di Pulau Jawa bertingkat-tingkat. Akan tetapi hal itu sulit ditemukan di Kalimantan Timur.
“Di Kaltim jangankan bertingkat, menyambung jalan saja susah,” beber Bupati Mudyat.
Ia menegaskan situasi ini tidak adil, menyusul Kalimantan Timur menjadi salah satu penyumbang terbesar bagi pendapatan negara melalui sektor sumber daya alam.
Selain itu, Kabupaten PPU yang kini menjadi daerah penyangga Ibu Kota Nusantara justru mengalami penurunan kemampuan pembiayaan daerah.
Ia membeber, APBD Kabupaten PPU tahun lalu masih berada di kisaran Rp2,7 triliun. “Namun kini hanya tersisa Rp1,3 triliun. Kondisi ini sangat memukul daerah,” keluhnya.
Karena itu, ia berharap Komisi XII DPR RI dapat menjadi jembatan aspirasi daerah, khususnya terkait kebijakan transfer ke daerah dan sistem pembagian dana bagi hasil.
“Kami berharap dana bagi hasil dapat kembali diberikan proporsional kepada daerah penghasil, termasuk Kalimantan Timur,” tegasnya.
Selain itu, ia juga meminta agar pemerintah pusat mempertimbangkan kucuran anggaran infrastruktur berbasis kompensasi lingkungan.
Sebab, lanjut Mudyat, eksploitasi sumber daya alam di Kalimantan Timur memberikan dampak ekologis yang besar.
Mudyat tak hanya menyinggung infrastruktur dan fiskal daerah, ia juga mengeluhkan kondisi sektor perikanan di PPU yang masih memprihatinkan. Padahal, potensi sektor ini dinilai sangat besar.
“Potensi nelayan di PPU luar biasa, tetapi kondisinya masih jauh dari layak dengan harga yang sangat murah,” jelasnya.
Ia berharap pusat bisa memberi perhatian pada program yang meningkatkan kesejahteraan nelayan, termasuk pembangunan fasilitas pendukung.
“Misalnya pelabuhan perikanan, cold storage, hingga sistem pemasaran hasil laut,” imbuhnya. Ia menaruh optimisme dan harapan besar dengan kehadiran Komisi XII DPR RI di Kalimantan Timur.
“Kami tidak meminta banyak, hanya ingin keadilan. Karena Kalimantan Timur termasuk Kabupaten PPU sudah memberi banyak kepada negara,” tegasnya.
Naikan DBH Sawit
Sebelumnya, Bupati Mudyat Noor juga meminta pemerintah pusat menaikkan Dana Bagi Hasil atau DBH kelapa sawit untuk daerah penghasil menjadi 15 persen.
Selama ini, kata Bupati, DBH sawit yang didapatkan kabupaten/kota penghasil minyak kelapa sawit hanya mendapatkan jatah 8 persen.
Bupati Mudyat meminta Pemerintah pusat harus mengevaluasi skema DBH sawit agar daerah penghasil kelapa sawit mendapatkan porsi yang proporsional.
“DBH sawit yang didapatkan Kabupaten PPU sangat kecil, hanya Rp2 miliar,” ungkap Mudyat.
Ia membeber, DBH sawit yang didapatkan Kabupaten PPU tidak memadai dibandingkan dengan luasan lahan perkebunan sawit serta produksi CPO.
Besaran DBH sawit ini tidak memadai untuk mensupport peningkatan infrastruktur jalan maupun untuk perlindungan sosial bagi pekerja rentan di PPU.
Menurut Mudyat, pengangkutan buah sawit atau CPO secara aturan boleh menggunakan jalan umum.
“Kalau DBH sawit sebesar Rp2 miliar ini kalau digunakan untuk perbaikan jalan hanya mampu mengcover sepanjang 300 sampai 500 meter saja,” jelasnya.
Sebagai Ketua Umum Asosiasi Kabupaten Penghasil Sawit Indonesia (AKPSI) Periode 2025-2030, Mudyat mengaku akan memperjuangkan kenaikan DBH sawit menjadi 15 persen.
Pihaknya akan berjuang bersama 164 kabupaten/kota penghasil kelapa sawit yang tergabung dalam AKPSI.
“Di Indonesia tercatat ada 164 kabupaten/kota penghasil sawit, kita bersama-sama memperjuangkan ke pemerintah pusat agar ada kebijakan baru terkait dengan DBH sawit,” tegas Mudyat.
Taufik Hidayat