Pembagian Kuota Haji Per Provinsi tak Boleh Ditunda, Amanat Undang-undang

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Pada musim haji 1447 H/2026 M, Indonesia mendapatkan kuota sebanyak 221 ribu orang dari Pemerintah Kerajaan Arab Saudi.
Kemenhaj RI memastikan, proporsi kuota antara haji reguler dan haji khusus tetap, yakni 92 persen berbanding 8 persen. Hal itu sesuai ketentuan UU Nomor 14/2025.
Sejumlah pihak, termasuk DPR RI, meminta Kementerian Haji dan Umrah RI untuk menunda penerapan sistem baru kuota haji.
Tersua keinginan agar kebijakan tersebut diterapkan setelah musim haji 1447 H/2026 M. Namun, hal itu sudah final. Tidak bisa ditunda atau dikaji ulang lagi.
Menteri Haji dan Umrah Mochamad Irfan Yusuf memastikan, pemerataan kuota haji nasional tidak akan diubah atau dikaji ulang.
Kebijakan ini dipastikan akan mulai diterapkan pada musim haji 1447 H/2026 M.
"Insya Allah, enggak (dikaji ulang). Kita putuskan itu," ujar sosok yang akrab disapa Gus Irfan, saat ditemui usai mengisi acara Munas XI MUI, pada Jumat (21/11/2025).
Ia menegaskan, kebijakan tersebut akan tetap dilaksanakan sesuai dengan rencana.
Gus Irfan menjelaskan, pembagian kuota haji yang mulai diterapkan tahun 2026 karena harus mengikuti amanat Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2025.
Pembagian kuota per provinsi dilakukan berdasarkan antrean daftar tunggu. Alhasil, siapa yang duluan mengantre, maka dia bisa berangkat ke Tanah Suci terlebih dahulu.
Menurutnya, penundaan hanya akan menciptakan siklus “tahun depan terus” yang justru melanggar aturan perundang-undangan.
"Kalau sekarang ini kita bikin tahun depan lagi, nanti tahun depan, tahun depan. Dan selama itu, kita akan melanggar undang-undang," ucapnya.
Ia menekankan, kebijakan ini bukanlah keputusan pribadi dirinya sebagai menteri, melainkan amanat UU yang wajib dijalankan.
Jika pun terjadi penurunan kuota di suatu daerah, menurut Gus Irfan, hal itu tidak akan permanen. Sebab, besaran kuota per provinsi bisa menyesuaikan kondisi pada tahun mendatang, mengikuti antrean.
Gus Irfan berharap, calon jamaah dapat memahami bahwa perubahan ini bukan untuk menghambat, melainkan merestorasi keadilan dalam sistem antrean haji nasional.
Ia kembali menegaskan, "Ini amanat Undang-Undang yang harus kita laksanakan," tegasnya.
Republika