News

Kemenlu Buka Peluang Kerja Sama, Mau Impor Daging Halal dari Mongolia

Pekerja melakukan bongkar muatan daging sapi impor.
Pekerja melakukan bongkar muatan daging sapi impor.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Indonesia dan Mongolia memiliki banyak potensi yang belum dioptimalkan, salah satunya perdagagangan daging halal.

Mongolia punya 58 juta ekor ternak, terbanyak domba (24,5 juta ekor), kambing (22,9 juta ekor), sapi (5,1 juta ekor), kuda (4,7 juta ekor) dan unta (0,5 juta ekor).

Dari jumlah itu dihasilkan daging ternak sebesar 450 ribu ton dan sebanyak 48 ribu ton diekspor ke China (61 persen), Iran (32 persen) dan 7 persen ke negara lainnya.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

Indonesia dan Mongolia berkomitmen mempererat hubungan perdagangan, termasuk di sektor industri halal. Kementerian Luar Negeri RI pun membuka peluang kerja sama perdagangan impor daging halal Mongolia.

"Industri halal peluang yang cukup besar bagi kita untuk berkolaborasi," kata Sekretaris Direktorat Jenderal Hubungan Ekonomi dan Kerja Sama Pembangunan Kemenlu, Dyah Lestari Asmarani di Ulan Bator, Mongolia, Rabu (20/11/2025).

"Indonesia memiliki populasi muslim terbesar di dunia, dan kami memiliki fasilitas sertifikasi halal serta permintaan daging sapi dan domba yang terus meningkat," papar Dyah dalam forum bisnis bertajuk "Expanding Horizons in Trade and Investment" yang digelar KBRI Beijing dan dihadiri pejabat pemerintahan, kamar dagang dan industri serta para pengusaha Mongolia.

"Saya yakin Mongolia memiliki populasi ternak yang besar dan sangat mendesak bagi kita untuk menciptakan lebih banyak kolaborasi di sektor ini," tambah Dyah.

Dalam hal hubungan perdagangan, Dyah menyebut Indonesia dan Mongolia memiliki banyak potensi yang belum dioptimalkan.

Angka ekspor dan impor Indonesia terus meningkat dari tahun ke tahun.

“Yang penting bagi kita bagaimana kita dapat mengeksplorasi lebih lanjut potensi kerja sama di masa depan, seperti bagaimana memaksimalkan diversifikasi ekspor, menawarkan peluang untuk barang-barang industri, atau mengimpor barang-barang yang terutama didorong oleh komoditas mineral, energi, dan logistik," imbuhnya.

Dyah mengakui bahwa Mongolia kaya akan tembaga, batu bara, mineral tanah jarang, emas, dan uranium sementara Indonesia kuat dalam teknologi pertambangan, jasa teknik pertambangan, dan manufaktur alat berat.

Jadi, peluangnya bagaimana perusahaan pertambangan Indonesia juga dapat berkolaborasi dengan mitra mereka di Mongolia dalam hal peralatan dan jasa.

“Untuk melakukan usaha patungan atau kolaborasi lain dengan standar pertambangan berkelanjutan," tambah Dyah. Koloborasi lain yang juga bisa dilakukan di bidang pengembangan energi terbarukan, ketahanan pangan hingga pendidikan dan pengembangan sumber daya manusia.

"Misalnya kita dapat memiliki semacam kolaborasi dalam program pertukaran pelajar dengan pelatihan khusus untuk insinyur Mongolia, begitu pula sebaliknya untuk Indonesia, bisa ada pusat penelitian bersama tentang pertambangan berkelanjutan," paparnya.

Sektor selanjutnya terkait pariwisata dan ekonomi kreatif karena kedua negara ingin mendiversifikasi sektor pariwisata.

"Potensinya bagaimana mengemas pariwisata nomaden, mempromosikannya kepada masyarakat masing-masing sehingga kita juga dapat menikmati perbedaan antara Indonesia dan Mongolia, budaya, dan juga lanskap di kedua negara," kata Dyah.

Dyah menawarkan tiga usulan agar ada struktur tetap dalam kerja sama ekonomi kedua negara.

Pertama membuat platform yang terstruktur seperti pertemuan rutin untuk memastikan komunikasi berkelanjutan antardua negara.

Kedua, memulai kerja sama di sektor-sektor kunci yang disorot pemimpin kedua negara seperti pertambangan dan mineral penting, pertanian dan peternakan.

Lalu inovasi digital dan ekonomi kreatif, pariwisata dan pertukaran budaya, serta konektivitas dan infrastruktur pendukung.

Ketiga memperluas kerja sama pengembangan peningkatan kapasitas sumber daya manusia melalui pelatihan, pertukaran teknis, dan program pembangunan, terutama di bidang-bidang seperti pemerintahan pertambangan, teknologi pertanian, kesiapan digital, manajemen pariwisata, dan sektor-sektor lainnya.

"Menjelang peringatan 70 tahun hubungan diplomatik kita tahun depan, kita memiliki kesempatan untuk memperingati tonggak bersejarah ini dengan hasil nyata yang menunjukkan Indonesia dan Mongolia sedang bergerak dari niat menuju kemajuan konkret," tegas Dyah.

Sekretaris Jenderal Kamar Dagang Nasional Mongolia (MNCCI) Saruul Bulgan dalam acara yang sama mengatakan Mongolia sedang melakukan diversifikasi ekspor di luar produk tambang yang masih menjadi produk ekspor utama negara tersebut.

Yaitu sebesar 14,7 miliar dolar AS atau 92,8 persen dari total ekspor pada 2024.

"Kami ingin melakukan diversifikasi yaitu dengan mengekspor kasmir, daging, buah dan kacang-kacangan, makanan, wol, hingga kulit," kata Saruul.

Mongolia, jelas Saruul, punya 58 juta ekor ternak dengan terbanyak adalah domba (24,5 juta ekor), kambing (22,9 juta ekor), sapi (5,1 juta ekor), kuda (4,7 juta ekor) dan unta (0,5 juta ekor).

Dari jumlah itu dihasilkan daging ternak sebesar 450 ribu ton dan sebanyak 48 ribu ton diekspor ke China (61 persen), Iran (32 persen) dan 7 persen ke negara lainnya.

"Kami sangat membutuhkan asistensi mengenai daging halal di Indonesia dan karena itu kami yakin butuh Kedutaan Besar Indonesia di Mongolia," tambah Saarul.

Pemerintah Indonesia mewajibkan daging impor untuk memiliki sertifikasi halal, yang membuktikan produk tersebut memenuhi aturan hukum Islam.

Selama ini Indonesia didominasi dua negara importir daging yaitu Australia dan India.

Pada 2023, volume impor dari Australia mencapai 112.601 ton (senilai 348 juta dolar AS) dan India yaitu 104.204 ton (senilai 375 juta dolar AS), diikuti Brazil (12.303 ton), Amerika Serikat (6.361) ton, dan Selandia Baru hanya 525 ton.

Dyah juga menyampaikan data bahwa impor Indonesia dari Mongolia pada 2024 mencapai sekitar 7,9 juta dolar AS dengan komoditas yang diimpor adalah garam, belerang, tanah, batu, kapur dan semen (senilai sekitar 7,8 juta dolar AS).

Sedangkan ekspor Indonesia ke Mongolia pada 2024 mencapai 20,7 juta dolar AS berupa mesin dan peralatan nuklir (senilai 9,9 juta dolar AS), produk farmasi (4,3 juta dolar AS), peralatan listrik dan elektronik (1,9 juta dolar AS).

Artinya Indonesia memiliki surplus dagang dengan Mongolia dan tren ekspor menunjukkan peningkatan bertahap selama beberapa tahun terakhir.

Republika

Berita Terkait

Image

Wapres Yai Maruf Bantah Isu Belasan Menteri Mundur

Image

Pemprov Kaltim dan Pemerintah Samarinda Tukar Aset

Image

Pemprov Kaltim dan Pemerintah Samarinda Tukar Aset

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -