Penajam Paser Utara: dari Rimba menuju Gerbang Ibu Kota Nusantara

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Penajam Paser Utara (PPU), kini tak bisa dilepaskan dari Ibu Kota Nusantara (IKN), sebuah proyek ambisius yang akan mengubah wajah Indonesia.
Namun, jauh sebelum gemuruh pembangunan IKN, PPU menyimpan lembaran-lembaran sejarah yang tak kalah menarik, sebuah narasi panjang tentang adaptasi, perjuangan, dan pertumbuhan di ujung selatan Provinsi Kalimantan Timur.
PPU bukan sekadar titik di peta administrasi; ia kanvas waktu yang merekam jejak langkah nenek moyang, tempat kekayaan alam berpadu dengan ketangguhan masyarakat yang mendiaminya.
Sejarah PPU menjadi cerminan ketekunan masyarakat lokal, terutama suku Paser, yang telah mendiami wilayah ini selama berabad-abad.
Mereka penjaga tradisi, pelestari alam, dan pionir yang telah membentuk karakter unik dari daerah ini.
Dari pesisir Teluk Balikpapan yang tenang hingga dataran rendah yang subur, setiap sudut PPU memiliki cerita menarik.
Lantas, bagaimana wilayah ini terbentuk, siapa yang pernah mendiaminya, bagaimana interaksi antara manusia dengan alam dan kekuatan eksternal apa telah membentuknya menjadi seperti sekarang?
Dari era prasejarah, masa kesultanan, hingga pembentukan kabupaten modern, setiap babak memiliki pelajaran berharga yang menginspirasi.
PPU telah mengalami perkembangan transformatif, dari warisan budaya yang tak lekang waktu.
Sejarah Penajam Paser Utara berakar jauh ke masa lampau, sebelum nama Penajam menjadi populer. Wilayah ini secara geografis bagian dari tanah ulayat Suku Paser, yang telah mendiami daerah ini selama ribuan tahun.
Dengan bentang alam pesisir dan dataran rendah yang subur, wilayah ini menjadi tempat ideal untuk berburu, bercocok tanam, dan menangkap ikan.
Masyarakat Paser dikenal memiliki kearifan lokal yang tinggi dalam mengelola alam, serta sistem adat dan kepercayaan yang kuat, membentuk komunitas yang harmonis dengan lingkungannya.
Interaksi dengan dunia luar mulai terjadi saat masuknya pengaruh agama Islam dan pembentukan Kesultanan Paser yang berpusat di Paser Belengkong.
Meski pusat kesultanan berada di wilayah yang kini dikenal sebagai Kabupaten Paser (induk), pengaruh dan wilayah kekuasaannya meluas hingga ke daerah Penajam saat ini.
Jalur-jalur sungai dan pesisir menjadi koridor utama perdagangan dan penyebaran pengaruh budaya serta agama. Bukti-bukti sejarah peninggalan kebudayaan, cerita rakyat, dan silsilah keluarga menunjukkan ikatan erat antara masyarakat Penajam dengan sejarah Kesultanan Paser yang kaya.
Melansir laman Kemdikbud, wilayah Penajam Paser Utara saat dahulunya dihuni Suku Paser Tunan dan Suku Paser Balik. Kedua suku ini berinduk dari suku paser yang saat ini tinggal di Kabupaten Paser.
Dahulunya di kawasan ini dihuni kelompok-kelompok suku yang hidup terpencar. Masing-masing kelompok mendirikan kerajaan kecil yang biasa disebut Kerajaan Adat.
Masing-masing kerajaan menjalankan tradisi yang telah diwariskan secara turun temurun yang bermata pencaharian sebagai nelayan dan petani. Pada umumnya mereka membangun kerajaan adat disekitar sungai dan teluk yang ada di sekitaran penajam.
Dalam satu kerajaan adat biasanya dipimpin oleh raja atau ketua adat. Misalnya pemerintah adat Suku Adang tinggal di teluk Adang (Paser).
Pemerintah adat Suku Lolo tinggal di muara Sungai Lolo (Paser). Pemerintah adat suku Kali tinggal di Long Kali (Paser). Pemerintah adat suku Tunan tinggal di Muara Sungai Tunan (Penajam). Pemerintah adat suku Balik tinggal disekitar teluk Balikpapan.
Pemerintah adat Suku Balik menjadi bagian wilayah dari kerajaan besar yang bernama Kutai Kartanegar. Sedangkan untuk kerajaan Suku Adang, Lolo, Kali dan Tunan menjadi bagian dari wilayah kerajaan Paser.
Lambak laun kerajaan kecil mulai menghilang akibat banyaknya penduduk setempat yang berpindah ke pusat pemerintahan kerajaan atau menyingkir ke hulu pedalaman.
Banyak d iantaranya mengalami kepunahan hingga menyimpan legenda yang selalu hidup dimasyarakat hingga saat ini. Sangat disayangkan belum ada catatan resmi yang lengkap tentang kisah dari kerajaan kecil yang dulu pernah berjaya.
Sejak mulai berdirinya kerajaan Paser, kawasan pemerintah Suku Adat Tunan dan Penajam menjadi bagian wilayah kerajaan. Tunan dalam catatan para raja-raja Paser lebih dikenal dengan nama Tanjung Jumlai. Begitu pentingnya wilayah yang diduduki oleh Suku Tunan maka dilokasi tersebut dibuatkan armada perang yang difungsikan untuk mengamankan bagian utara Kerajaan Paser.
Di masa Kesultanan Paser, wilayah Penajam memiliki peran strategis, terutama sebagai area pesisir yang menghadap Teluk Balikpapan. Potensi hasil laut dan hasil hutan dari pedalaman mulai menarik perhatian.
Meski belum menjadi pusat pemerintahan, daerah ini menjadi salah satu simpul penting dalam aktivitas ekonomi dan sosial kesultanan. Keberadaan masyarakat lokal dengan kearifan adat mereka juga menjadi fondasi bagi struktur sosial yang kemudian berkembang.
Kedatangan bangsa Eropa, khususnya Belanda, pada abad ke-19 dan awal abad ke-20 turut mengubah dinamika di wilayah ini. Pemerintah kolonial Belanda mulai memecah wilayah Kesultanan Paser ke dalam berbagai bagian administratif.
Fokus Belanda di Kalimantan Timur yakni mengeksploitasi sumber daya alam, seperti hasil hutan dan kemudian minyak bumi. Wilayah Penajam yang kaya akan kayu dan memiliki akses pesisir mulai dilirik sebagai jalur distribusi dan potensi perkebunan.
Masa ini menandai awal mula modernisasi dan masuknya berbagai pendatang, yang secara perlahan mengubah demografi dan ekonomi lokal.
Meskipun wilayah Penajam tidak seterkenal Balikpapan atau Samarinda dalam catatan kolonial, perannya sebagai daerah penyangga dan penghasil sumber daya tetap penting.
Masyarakat lokal menghadapi tantangan adaptasi terhadap sistem pemerintahan baru dan eksploitasi sumber daya. Namun, mereka tetap mempertahankan identitas dan tradisi Paser yang kuat, membuktikan ketahanan budaya yang luar biasa di tengah perubahan zaman yang tak terelakkan.
Era Modernisasi dan Perjuangan Otonomi
Usai Proklamasi Kemerdekaan Republik Indonesia, wilayah Penajam tetap menjadi bagian dari Kabupaten Paser yang sangat luas. Luasnya wilayah Kabupaten Paser, membentang dari pesisir hingga pedalaman, dan menimbulkan berbagai kendala dalam hal pembangunan dan pelayanan publik.
Jarak tempuh yang jauh dari pusat pemerintahan di Tanah Grogot, kondisi geografis yang menantang, serta perbedaan karakteristik demografi dan potensi sumber daya antara wilayah utara dan selatan, semakin mendorong munculnya aspirasi melakukan pemekaran wilayah.
Tujuannya, untuk demi efisiensi dan efektivitas pemerintahan.
Gerakan pemekaran daerah Penajam menjadi kabupaten sendiri mulai menguat pada akhir abad ke-20. Para tokoh masyarakat, pemuka adat, dan aktivis lokal bersatu padu menyuarakan kebutuhan akan otonomi daerah.
Mereka melihat dengan menjadi kabupaten mandiri, Penajam dan sekitarnya akan mendapatkan perhatian lebih dalam alokasi anggaran pembangunan.
Serta percepatan infrastruktur, peningkatan layanan pendidikan dan kesehatan, pengelolaan sumber daya alam lebih fokus dan adil bagi masyarakat setempat. Ini buah perjuangan panjang yang dilandasi semangat kemandirian dan keinginan untuk lebih maju.
Titik balik penting sejarah modern PPU saat terjadi pemekaran dari Kabupaten Paser dan pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara secara resmi.
Pembentukan ini didasarkan pada UU Nomor 7 Tahun 2002 tentang Pembentukan Kabupaten Penajam Paser Utara.
Tanggal 10 April 2002 diresmikan sebagai hari jadi Kabupaten PPU. Peristiwa ini adalah puncak dari perjuangan panjang dan mimpi kolektif masyarakat yang mendambakan pemerintahan yang lebih dekat dan responsif terhadap kebutuhan mereka. Ibu kota Kabupaten PPU ditetapkan di Penajam.
Sejak menjadi kabupaten mandiri, Penajam Paser Utara telah berupaya keras membangun identitasnya sendiri dan mengejar ketertinggalan pembangunan.
Pembangunan infrastruktur dasar seperti jalan, jembatan (termasuk Jembatan Pulau Balang yang ikonik), fasilitas pendidikan, dan kesehatan menjadi prioritas utama.
Sektor ekonomi didorong melalui pengembangan pertanian (padi dan perkebunan kelapa sawit), perikanan, serta potensi pertambangan (batu bara dan minyak bumi) yang memang melimpah di wilayah ini. Diversifikasi ekonomi juga terus diupayakan untuk menciptakan ketahanan ekonomi jangka panjang.
Perjalanan Penajam Paser Utara sebagai kabupaten mandiri menjadi cermin bagaimana upaya gigih untuk meraih kemajuan di tengah tantangan geografis dan sosial.
Dari wilayah yang dulunya hanya bagian dari kabupaten yang lebih besar, kini PPU telah bertransformasi menjadi salah satu daerah dengan potensi pertumbuhan paling pesat di Indonesia, terutama dengan ditetapkannya sebagai lokasi IKN.
Pada akhirnya kemandirian dan visi yang jelas, sebuah daerah dapat mengukir sejarahnya sendiri dan berkontribusi signifikan pada pembangunan nasional.
Gerbang Ibu Kota Nusantara
Saat ini, Penajam Paser Utara berada di ambang sejarah baru yang monumental. Penetapannya sebagai lokasi Ibu Kota Nusantara menjadi titik balik terbesar yang akan mengubah wajah PPU secara drastis.
Proyek IKN bukan hanya tentang pembangunan fisik sebuah ibu kota, tetapi juga tentang pengembangan wilayah yang berkelanjutan, inklusif, dan berwawasan lingkungan.
PPU, dengan posisinya yang strategis di Teluk Balikpapan dan akses yang mudah ke berbagai wilayah, menjadi jantung dari visi besar ini. Ini adalah kesempatan emas yang akan membawa PPU ke panggung nasional dan global.
Potensi ekonomi PPU akan melonjak dengan adanya IKN. Sektor konstruksi, logistik, pariwisata, dan jasa akan tumbuh pesat.
Infrastruktur akan terus ditingkatkan, menciptakan konektivitas yang lebih baik dan mempermudah akses ke berbagai wilayah.
Peningkatan investasi, baik dari dalam maupun luar negeri, akan mendorong terciptanya lapangan kerja baru dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
Perguruan tinggi dan pusat penelitian juga diproyeksikan akan tumbuh, menjadikan PPU pusat inovasi dan pendidikan. Namun, di balik peluang besar ini, PPU juga menghadapi tantangan yang tidak kalah besar.
Pertumbuhan penduduk yang pesat akan menuntut ketersediaan fasilitas dasar yang memadai, mulai dari perumahan, air bersih, hingga pengelolaan limbah.
Dampak lingkungan dari pembangunan masif juga menjadi perhatian serius; kelestarian hutan, konservasi keanekaragaman hayati, dan keberlanjutan sumber daya alam harus dijaga ketat.
Konflik sosial akibat perubahan tata guna lahan atau dampak budaya juga perlu dikelola dengan bijaksana agar tidak menimbulkan gejolak di masyarakat.
Pemerintah daerah, bersama pemerintah pusat dan masyarakat, memiliki peran krusial dalam mengelola transisi ini.
Harmonisasi antara pembangunan modern dengan pelestarian kearifan lokal Suku Paser adalah kunci.
Pendidikan dan pelatihan bagi masyarakat lokal perlu digencarkan agar mereka dapat berpartisipasi aktif dan menjadi subjek, bukan hanya objek, pembangunan IKN. Memastikan manfaat pembangunan dirasakan secara merata oleh seluruh lapisan masyarakat PPU adalah prioritas utama.
Sejarah Penajam Paser Utara adalah kisah tentang transformasi yang tak henti. Dari sebuah wilayah yang kaya akan warisan adat dan sumber daya alam, kini PPU sedang menulis babak terbarunya sebagai gerbang menuju masa depan Indonesia.
Dengan perencanaan yang matang, kolaborasi yang kuat, dan komitmen terhadap keberlanjutan, PPU tak hanya akan menjadi kota baru yang megah, tetapi juga sebuah model pembangunan yang menghormati sejarah, merangkul keberagaman, dan menawarkan harapan bagi generasi mendatang.
Kabupaten PPU kini memiliki daya tarik untuk mengembangkan investasi karena beberapa pertimbangan. Pertama, sangat jelas karena menjadi kabupaten yang paling dekat dengan IKN. Kedua, daerah ini menjadi kawasan pengembangan superhub ekonomi. Ketiga, letak geografis dan luasan lahan pertanian serta lautnya akan menjadi daya taruk tersendiri bagi investor.
Mila, berbagai sumber
