News

Pakar: Narasi Kebohongan Netanyahu, Alihkan Posisinya yang Terjepit

Pakar Hubungan Internasional dari Unpad dan pemerhati Timur Tengah, Dina Sulaeman.
Pakar Hubungan Internasional dari Unpad dan pemerhati Timur Tengah, Dina Sulaeman.

REPUBLIKA NETWORK, SEKITARKALTIM – Narasi yang dibangun Perdana Menteri Israel Benyamin Netanyahu soal keberadaan proyek bom nuklir Iran, hanya sebuah kebohongan. Bahkan, tudingan.

Tuduhan Netanyahu terhadap Iran sebagai narasi lama yang terus diulang-ulang sejak 1996. Hingga kini, senjata nuklir yang dikhawatirkan itu tidak pernah terbukti ada.

Serangan Israel ke Iran lebih bernuansa politik domestik, terutama menyangkut posisi Netanyahu yang semakin terdesak. Demikian disampaikan Pakar Hubungan Internasional dari Universitas Padjadjaran dan pemerhati Timur Tengah, Dina Sulaeman.

Scroll untuk membaca

Scroll untuk membaca

“Kalau menurut saya, indikasinya adalah beberapa jam sebelum Israel menyerang Iran, itu parlemen Israel sedang sidang, mau voting untuk memutuskan apakah kabinetnya Netanyahu dibubarkan atau tidak. Netanyahu betul-betul terjepit posisinya secara politik karena penentangan terhadapnya sangat besar,” jelas Dina, saat menjadi narasumber Forum Kramat yang digelar di Gedung PBNU, Jumat (20/6/2025).

Dina menyebut tindakan Netanyahu sebagai bentuk diversionary war, perang yang dilakukan untuk mengalihkan isu atau perhatian publik dari krisis internal.

“Yang dilakukan Netanyahu supaya tetap posisinya yaitu melancarkan perang di luar negeri. Ini kalau di kajian keamanan disebutnya diversionary war. Jadi seorang pemimpin ketika terjepit di dalam negeri bisa saja melancarkan serangan militer ke luar negeri supaya di dalam negeri jadi solid lagi karena ada musuh bersama,” kata Dina.

Ia juga menyinggung kondisi Gaza yang menjadi sorotan dunia internasional.

Menurutnya, eskalasi di Iran menjadi cara Netanyahu untuk mengalihkan opini publik dunia dari kecaman terhadap Israel atas serangan brutalnya di Gaza.

Dina juga menilai serangan awalan Israel ke Iran yang terjadi belum lama ini tidak memiliki dasar hukum internasional yang sah. Tindakan Israel, disebutnya sebagai bentuk pre-emptive strike yang tidak diakui hukum internasional dan justru menjadi pelanggaran serius terhadap Piagam PBB.

Ditegaskan Dina, dalam hukum internasional tidak ada konsep yang membenarkan serangan pencegahan semacam itu. “Dalam hukum internasional tidak ada yang disebut pre-emptive strike. Sama sekali tidak dibolehkan,” imbuhnya.

Menurutnya, di Pasal 51 PBB tentang hak untuk sebuah negara membela diri itu bisa dilakukan kalau ancamannya betul-betul sudah terjadi.

Ia kemudian mempertanyakan narasi yang dibangun Israel soal keberadaan proyek bom nuklir Iran. Dina mengutip laporan terbaru dari Badan Energi Atom Internasional yang tidak menemukan bukti Iran sedang mengembangkan senjata nuklir.

"Laporan terakhir IAEA, itu lembaga di PBB yang mengawasi proyek-proyek nuklir seluruh dunia, kecuali Israel tentu saja, menyatakan bahwa tidak ada sama sekali bukti bahwa Iran sedang membuat bom nuklir atau senjata nuklir,” ujar Dina.

Seraya menambahkan, “Rafael Grossi, Direktur IAEA ini juga mengatakan, ya memang kami tidak menemukan adanya bukti bahwa Iran akan membuat senjata nuklir. Berarti kan tuduhan dari Netanyahu ini tidak ada buktinya.”

Ihwal sikap dunia internasional, Dina menyoroti posisi Rusia dan China yang telah mengecam Israel, namun belum menunjukkan langkah konkret mendukung Iran secara langsung.

“Secara hukum PBB memang harus mengecam Israel karena ini melanggar Piagam PBB, dan posisi setiap PBB juga mengecam Israel dalam serangan ini. Tapi praktiknya apakah Rusia dan China kemudian memberikan bantuan langsung ke Iran atau ikut perang secara langsung? Saya pikir tidak. Kalau bantuan logistik mungkin,” ujar Dina.

Sedangkan dari pihak Amerika Serikat, respons yang diberikan dinilai masih menggantung.

“Kalau Amerika Serikat sendiri yang terbaru itu jubir Presiden Trump mengatakan Trump akan memberikan keputusan dua minggu lagi. Menurut saya itu sinyal bahwa Trump tidak ingin mengambil keputusan. Dia nggak mau ikut terlibat dalam perang karena biayanya sangat mahal tapi kalau terang-terangan mengatakan tidak akan membantu Israel juga nggak mungkin,” jar Dina.

Ia menilai langkah AS tersebut hanya untuk menunda keputusan politik dan menghindari keterlibatan langsung dalam konflik.

“Dalam dua minggu itu banyak sekali hal yang bisa terjadi. Kemampuan Israel untuk menahan serangan Iran dalam dua minggu itu juga saya pikir sangat dipertanyakan ya. Sekarang ia sudah kelihatan kesulitan," ujarnya.

Republika

Ikuti Ulasan-Ulasan Menarik Lainnya dari Penulis Klik di Sini
Image

Sekitarkaltim.ID -